Apa Perbedaan Fardhu dan Wajib? Temukan Jawabannya!

Ilustrasi seorang perjual yang sedang menimbang barang dagangannya (freepik.com)

almuhtada.orgDalam praktik ibadah sehari-hari pasti kita sering menjumpai dua istilah ini yaitu fardhu dan wajib. Misalnya, dalam praktik sholat lima waktu, ada sebagian orang yang mengatakan sholat wajib atau sholat fardhu. Pada dasarnya kedua ini memiliki kesamaan tetapi pada beberapa hal kedua istilah ini dapat menjadi berbeda.

Perbedaan Fardhu dan Wajib

Menurut para ulama ushul fiqh (ahli dasar-dasar hukum Islam), perbedaan antara fardhu dan wajib itu sebenarnya bukan hal yang substansial. Banyak dari mereka berpendapat bahwa ini lebih ke arah perbedaan istilah atau lafal saja, bukan perbedaan pada inti hukumnya.

Pada umumnya, ulama’ yang berada pada garis bidang ilmu fikih menyebutkan pengertian dari wajib, yaitu “Sesuatu yang dituntut Syari’ (Pembuat Syari’at) untuk dikerjakan (oleh seorang mukallaf) dengan tuntutan yang bersifat keharusan.” (Ahmad bin Umar Al-Hazimi, Syarh Qawa’id al-Ushul wa Ma’aqid al-Fushul, 3/7).

Sedangkan dalam pengertian fardhu, jumhur ulama tidak membedakan antara wajib dengan fardhu. Keduanya adalah dua penamaan untuk satu makna, yakni perbuatan yang dituntut untuk harus dikerjakan.

Berbeda halnya dengan Madzab Hanafi yang memandang fardhu dan wajib ialah dua hal yang berbeda. Menurut madzab ini, wajib adalah suatu hal yang kewajibannya ditetapkan dengan dalil yang diijtihadkan, seperti shalat witir. Sedangkan fardhu adalah suatu hal yang kewajibannya ditetapkan dengan dalil yang dianggap qath’i, seperti shalat lima waktu.

Baca Juga:  Wanita Berkarir Surga: Indahnya Syariat yang Telah ditetapkan oleh Allah untuk Kita Para Kaum Wanita

Bagaimana Cara Menyikapinya?

Melihat pandangan para ulama di atas, sepertinya tidak terlalu urgen atau penting untuk membedakan secara ketat antara fardhu dan wajib ketika disampaikan kepada publik, terutama masyarakat awam.

Mengapa?

  1. Bagi kebanyakan orang, yang terpenting adalah memahami bahwa suatu perbuatan harus dikerjakan. karena Membahas perbedaan detail tentang kekuatan dalil (qath’i atau zhanni) bisa jadi membingungkan dan justru mengaburkan esensi kewajiban itu sendiri.
  2. Hukum Islam sudah cukup kompleks. Memaksakan perbedaan istilah yang sebetulnya hanya perdebatan “lafal” di kalangan ulama tertentu justru akan memicu kerumitan yang tidak perlu bagi masyarakat.
  3. Lebih baik mengedepankan pemahaman yang menyatukan, bahwa keduanya adalah bentuk kewajiban dari Allah SWT. Ini juga sejalan dengan pandangan mayoritas ulama yang menganggap keduanya sinonim.

[Lailia Lutfi Fathin] – Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada Angkatan 5

Related Posts

Latest Post