Ghauzul Fikr, Perang Pemikiran yang Harus Kamu Sadari

Ilustrasi orang berpikir (freepik.com-almuhtada.org)

Almuhtada.org – Saat ini, umat Islam sedang tidak berada dalam keadaan yang baik. Banyak permasalahan sedang dihadapi oleh umat Islam, baik secara internal maupun eksternal.

Permasalahan eksternal yang mungkin telah diketahui adalah kondisi keamanan di Gaza yang sedang tidak baik-baik saja.

Perjuangan besar sedang dilakukan oleh mereka untuk mempertahankan wilayah agar tidak direbut oleh musuh.

Kepedulian terhadap kondisi Gaza saat ini harus ditunjukkan oleh kita sebagai umat Muslim.

Jika ingin memberikan bantuan kepada saudara Muslim di Gaza, senjata tidak harus dibawa oleh kita untuk melawan musuh.

Rasa sakit akibat tertimpa puing bangunan tidak perlu dirasakan oleh kita.

Rasa peduli hanya perlu ditunjukkan dengan menyebarkan kabar mengenai kondisi saudara Muslim kepada yang lainnya.

Perjuangan Islam untuk Baitul Maqdis perlu disuarakan bersama.

Lalu, bagaimana dengan Ghauzul Fikri?

Secara bahasa, Ghauzul Fikri diartikan sebagai perang pemikiran.

Pikiran kita seakan-akan sedang dicuci agar diarahkan kepada hal-hal yang tidak bermanfaat, bahkan yang membawa madharat.

Tanpa disadari, peperangan sedang dihadapi oleh Indonesia saat ini.

Namun, bukan peperangan seperti pada masa Rasulullah yang harus melibatkan senjata dan pertempuran fisik di medan perang.

Perang pemikiran ini bahkan dianggap lebih berat daripada perang fisik.

Sebab, dampak dari perang pemikiran dirasakan pada pola pikir yang bisa dijauhkan dari syari’at Islam.

Baca Juga:  Bukan Hanya Resolusi, Evaluasi Juga Penting untuk Memperbaiki Diri

Ketika pola pikir telah tidak sejalan dengan Islam, maka Islam akan dijauhkan dari diri seseorang.

Akhirnya, fitnah besar berupa murtad bisa saja dialami oleh kaum Muslimin.

Contohnya adalah kecanduan penggunaan media sosial, sehingga waktu salat sering dilupakan.

Dampak besar dari Ghauzul Fikri telah dirasakan, di mana otak telah dicuci untuk terus memainkan media tersebut, dan rasa berat hati ditimbulkan saat hendak meninggalkannya.

Orang-orang yang sering mengikuti tren, padahal belum tentu tren tersebut sesuai dengan syariat, juga telah dipengaruhi.

Contohnya adalah tren TikTok seperti Velocity dan lainnya.

Saat ini, kondisi pendidikan di Indonesia telah tertinggal jauh dari negara-negara lain.

Bayangkan, waktu di kendaraan telah dimanfaatkan oleh pelajar luar negeri untuk membaca.

Namun, oleh masyarakat Indonesia, waktu lebih sering dihabiskan untuk hal-hal yang menghibur seperti membuat vlog atau bermain TikTok.

Hal-hal ringan seperti itu sebenarnya sangat berpengaruh terhadap pembentukan pribadi seseorang.

Bahkan, hal-hal ringan tersebut bisa dijadikan sebagai salah satu penyebab tertinggalnya pendidikan di Indonesia dibandingkan negara lain.

Literasi harus ditingkatkan agar kebenaran dan kebaikan dapat dibedakan, tentu tanpa melanggar syariat Islam.

Fasilitas teknologi perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya, dan penggunaannya tidak boleh dilakukan secara berlebihan.

Semoga semangat tetap dijaga, dan kita semua bisa dijauhkan dari pengaruh Ghauzul Fikri.[Nabila putri]

Related Posts

Latest Post