Mau Belajar Sederhana? Mari Teladani Kisah Sahabat Abdullah bin Umar

Ilustrasi Abdullah bin Abbas (freepik.com – almuhtada.org)

almuhtada.org – Kesederhanaan merupakan salah satu hal yang diajarkan oleh Rasulullah saw.. Kesederhanaan menuntun kita untuk menjalani hidup dengan damai dan terhindar dari kesombongan. Kesederhanaan juga menunjukkan bahwa kemuliaan seseorang bukan terletak pada kemewahannya, melainkan pada ketakwaan.

Untuk berusaha menjadi pribadi yang sederhana seperti Rasulullah saw., salah satu caranya yakni dengan mengikuti jejak dari sahabat-sahabat Nabi, seperti Abdullah bin Umar.

Tahukah kamu siapa Abdullah bin Umar?

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma merupakan salah satu Abadilah Al-Arba’ah (Empat Abdullah). Ia bukan hanya seorang ahli ibadah dan perawi hadis yang luar biasa, namun juga merupakan sosok teladan dalam menekankan kesederhanaan hidup. Meski ia merupakan putra dari Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu yang memiliki kedudukan mulia di kalangan kaum Muslimin, Abdullah bin Umar tetap memilih hidup sederhana dan zuhud dari gemerlap dunia.

Baca Juga:  Ini Amalan Setelah Surat Al-Waqi’ah Menuju Kelapangan Rezeki dan Kemudahan

Suatu ketika, seorang musafir datang ke Madinah dan menanyakan rumah Abdullah bin Umar. Ia berharap akan mendapati kediaman megah milik seorang sahabat besar.

Namun, yang ia temukan justru sebaliknya. Abdullah bin Umar tinggal di tempat yang sangat sederhana, beralaskan tikar dan tanpa hiasan-hiasan mewah. Ketika ditanya, beliau pun menjawab, “Aku hanyalah musafir di dunia ini.”

Dari kisah tersebut, Abdullah bin Umar mengingatkan kepada kita bahwasanya hidup di dunia ini adalah hal yang sementara. Kehidupan di akhirat nantinya barulah kehidupan yang sebenarnya. Oleh karenanya, janganlah menjadi manusia yang sombong sewaktu di dunia.

Dalam hal makan, Abdullah bin Umar pun menunjukkan sikap yang sama. Diriwayatkan bahwa suatu ketika seseorang menyuguhkan makanan lezat kepadanya. Namun ia menolaknya dan lebih memilih makan roti dengan cuka. Beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Sebaik-baik lauk adalah cuka’,” sebagaimana disebutkan dalam Sahih Muslim (no. 2052). Ia juga sering mengatakan bahwa cukup bagi anak Adam beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya, sebagaimana yang juga dipegang oleh banyak sahabat yang meneladani kehidupan Nabi ﷺ secara menyeluruh.

Dalam hal berpakaian, Abdullah bin Umar dikenal sangat bersahaja. Dalam riwayat Musannaf Ibn Abi Syaibah (no. 26035), disebutkan bahwa ia pernah mengenakan pakaian tambalan meskipun mampu membeli pakaian baru. Ketika ditanya mengapa tidak membeli yang lebih layak, ia menjawab bahwa pakaian itu masih pantas dan bersih untuk dipakai, maka tidak ada keperluan menggantinya hanya karena alasan penampilan. Hal ini menunjukkan sikap beliau yang sangat berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam sifat riya’ atau kesombongan karena penampilan.

Baca Juga:  Capek? Bertahanlah! Dunia Memang Tempatnya Capek

Salah satu bentuk paling nyata dari kesederhanaan dan kedermawanan Abdullah bin Umar adalah kebiasaannya memerdekakan budak. Dalam Sahih Bukhari (no. 2536) disebutkan bahwa ia kerap mengamati akhlak para budak, dan apabila ia mendapati mereka rajin beribadah dan berperilaku baik, maka ia segera membebaskannya. Dalam riwayat lain dari Siyar A’lam al-Nubala’ (3/222) disebutkan bahwa ia telah memerdekakan lebih dari seribu budak sepanjang hidupnya. Tindakan ini dilakukan bukan untuk popularitas atau penghormatan, melainkan karena panggilan iman dan rasa kemanusiaan yang mendalam.

Bahkan dalam harta warisannya, disebutkan dalam Al-Zuhd karya Imam Ahmad (hal. 162), bahwa ketika Abdullah bin Umar wafat, harta peninggalannya tidak besar. Padahal ia berpotensi mengumpulkan kekayaan seperti kebanyakan sahabat lainnya. Namun ia lebih memilih untuk menginfakkannya di jalan Allah selama hidupnya, sehingga tidak banyak yang tersisa. Ini menjadi bukti bahwa ia benar-benar menjalani hidup sebagai seorang hamba yang tidak bergantung pada dunia.

Abdullah bin Umar adalah cerminan nyata dari kesederhanaan dan penghayatan makna kehidupan akhirat. Ia tidak melihat dunia sebagai tujuan, melainkan sebagai ladang amal. Prinsip hidupnya yang bersahaja, amalnya yang luas, dan kesungguhannya dalam menjaga sunnah, menjadikannya teladan abadi bagi umat Islam hingga kini.

[Syukron Ma’mun]

Editor: Qoula Athoriq Qodi

 

 

Related Posts

Latest Post