The Lady with The Lamp: Perempuan dan Jejak Peradabannya

Patung Florence Ninghtingale di Waterloo Place, St James's yang dibuat oleh Arthur George Walker pada tahun 1915.pflegerio.de

Almuhtada.org – Sebelum zaman modern, perempuan selalu menjadi yang terduakan dalam berbagai kehidupan sosial. Bahkan terkadang untuk mendapatkan akses pendidikan yang baik saja perempuan sering kali dicap negatif.

Namun, hal ini tidak menjadi rintangan lagi di era sekarang. Sudah banyak gerakan-gerakan kesetaraan gender yang digaungkan. Mencuatnya isu ini juga dilatar belakangi oleh semangat para perempuan di zaman dulu dalam membuktikan kontribusi dan peran mereka pada berbagai bidang kehidupan.

Salah satunya adalah Florence Nightingale seorang wanita yang mendapat julukan “The Lady with The Lamp”. Julukan tersebut ia dapatkan atas jasanya selama menjadi perawat pada Perang Crimea pada tahun 1853-1856 antara Kekaisaran Ottoman beserta sekutunya melawan Kekaisaran Rusia.

Baca Juga:  Keutamaan Zakat Fitrah: Membersihkan Diri dan Menebar Kebaikan

Sejatinya Florence merupakan seorang gadis bangswan yang lahir pada tahun 1820, ayahnya bernama William Nightingale merupakan seorang tuan tanah di Derbyshire, London Inggris. Sedangkan ibunya merupakan putri bangsawan dari keluarga Nightingale. Florence juga memiliki saudara perempuan bernama Parthenopo Nightingale.

Sejak remaja Florence memiliki sifat yang berbeda dari keluarganya, ia merupakan anak yang ceria dan suka menolong masyarakat di sekitar rumahnya. Berbeda dengan saudara perempuannya yang lebih suka bersenang-senang. Sifat ini menjadikan Florence dikenal sebagai gadis bangsawan yang baik dan penuh empati dengan sesamanya.

Tak heran dengan sifatnya tersebut ia memiliki semangat untuk terus membantu banyak orang dengan kedua tangannya. Nama Florence semakin dikenal saat ia ikut menjadi relawan (perawat) pada Perang Crimea. Keputusan Florence untuk menjadi perawat pada itu dianggap tabu karena jarang sekali wanita bangsawan mejadi relawan perang. Bahkan, ibu dan suadara perempuannya sendiri sangat melarang keputusan yang diambil oleh Florence.

Namun, karena rasa empati dan semangat menolong di dalam diri Florence sangat tinggi ia tetap melanjutkan tekadnya untuk menjadi perawat pada perang tersebut. Kemudian pada tanggal 1854 Florence dan rekan-rekannya tiba di rumah sakit Scutari tempat para korban dirawat.

Disana mereka dihadapkan pada pemandangan yang sangat mengerikan, darah dimana-mana, potongan tubuh tergeletak, bau amis yang sangat menyengat dan jeritan kesakitan dari para tentara membuat seisi rumah sakit tersebut seperti neraka. Beberapa relawan yang tidak kuat melihat kondisi tersbut bahkan sampai mengalami serangan kecemasan. Namun, meski begitu Florence tetap menguatkan hatinya untuk menolong setiap orang yang masih bisa ia tolong.

Segera setalah itu Florence dan beberapa perawat lainnya mulai bekerja keras dalam membantu para prajurit yang terluka. Dari hari ke hari korban semakin bertambah dan jumlah korban yang meninggal juga semakin banyak. Kematian korban kebanyakan disebabkan karena penyakit seperti kolera dan tifoid.

Yang mana penyakit ini ditularkan melalui kontaminasi minuman dan makanan. Hal ini diperparah juga dengan sistem pembuangan limbah yang buruk serta sirkulasi udara di rumah sakit yang tidak bagus sehingga mungkin menjadi pemicu penyakit-penyakit tersebut menjangkit kepada para korban.

Menyadari hal tersebut Florence pun mengajukan usulan untuk memperbaiki sistem pembuangan limbah dan sirkulasi udara di rumah sakit. Sehingga sejak itu tingkat kematian korban menurun drastis. Dikemudian hari Florence sering kali mengkampanyekan pentingnya menjaga kebersihan rumah sakit sebagai bentuk mencegah berbagai penularan virus.

Bukan hanya itu, jasa Florence selama menjadi perawat pada Perang Crimea benar-benar sangat gagah berani. Suatu waktu terjadi pertempuran lagi disekitar kota, korban dari kedua kubu jumlahnya bertambah semakin banyak.

Florence dan beberapa perawat menunggu datangnya korban ke rumah sakit, tetapi yang datang ternyata hanya sedikit padahal dalam laporan ada banyak korban yang berjatuhan. Florence pun bertanya pada salah satu tentara yang bertugas terkait kemana sisa korban yang belum datang kerumah sakit. Tentara itu menjelaskan bahwa korban yang tersisa harus menunggu hingga matahari terbit karena mengevakuasi mereka saat malam hari sangat sulit.

Mendengar hal tersebut Florence justru memaksa tantara tersebut untuk mengantarnya ke tempat para korban yang belum dievakuasi. Ia memaksa sang tantara untuk membantunya mengevakuasi sisa korban yang belum dibawa, meski enggan sang tentara tetap membantu Florence.

Saat evakuasi tersebut, hanya Florence sendiri sebagai perawat perempuan sedangkan yang lainnya adalah pria. Berbekal lentera karena di zaman tersebut belum ada penerangan seperti sekarang, Florence bekerja keras mencari sisa-sisa korban yang masih bisa untuk dievakuasi dan diselamatkan. Karena keberanian dan kegigihannya ia diberi julukan “The Lady With The Lamp” yang berarti seorang wanita dan lampunya. Ini merujuk pada aksi heroik Florence saat ia mencari para korban ditengah gelapnya malam.

Kisah inspiratif Florence membuka mata dunia tentang ilmu keperawatan yang lebih modern saat itu, ia juga sangat berjasa dalam bidang kestatistikaan. Florence menjadi cerminan bahwa perempuan juga bisa menjadi pusat perdaban yang bisa menolong banyak orang. Terlahir menjadi seorang perempuan tidak hanya menjadikanmu sebagai istri atau ibu saja, tetapi menajdi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

“Kamu lebih kuat dari yang kamu kira, dan dunia membutuhkan cahaya unikmu”. (Oprah Winfrey)

[Andhika Putri Maulani]

 

Related Posts

Latest Post