almuhtada.org – Media sosial dihebohkan dengan pengiriman kepala babi dan 6 ekor bangkai tikus ke kantor tempo. Hal ini dihubungkan dengan mereka yang sebelumnya memberitakan tentang revisi UU tni yang dikhawatirkan akan melahirkan luka lama bangsa Indonesia yakni dwi fungsi ABRI.
Atas karena hal ini maasyarakat khawatir akan adanya pembungkaman pers yang terulang lagi setelah masa orde baru atau orba. Pada masa itu pemerintah dengan leluasa mengendalikan pers dimana banyak sekali berita-berita yang disensor oleh pemerintah sehingga apa yang tersampaikan ke masyarakat tidak lagi transparan.
Immanuel Ebenezer selaku wakil menteri ketenagakerjaan atau wamenaker dengan tegas mengutuk peristiwa tersebut. “:Saya mengutuk pelaku teror terhadap majalah Tempo. Saya tidak pernah setuju cara-cara biadab seperti itu,” ujar Noel dalam keterangannya, Minggu (23/3/2025).
Tindakan tersebut merupakan sebuah ancaman atau intimidasi terhadap kantor majalah tempo yang berani menyuarakan kebenaran setelah hampir tidak adanya media lain yang menyuarakan hal tersebut. Karena kebebasan pers merupakan salah satu dari pilar demokrasi, kebebasan pers membantu masyarakat memahami isu-isu terkini secara akurat dan relevan.
Dewan Pers dan berbagai organisasi jurnalis juga mengecam aksi ini, menilai bahwa peristiwa tersebut bukan sekadar ancaman terhadap Tempo, tetapi juga terhadap seluruh insan pers di Indonesia. Jika kasus ini dibiarkan, hal ini bisa menjadi preseden buruk yang membuat jurnalis takut dalam memberitakan fakta yang mungkin tidak disukai oleh pihak-pihak tertentu.
Preseden Teror terhadap Jurnalis di Indonesia
Kasus teror terhadap jurnalis bukanlah hal baru di Indonesia. Sebelumnya, berbagai media dan jurnalis individu juga pernah menjadi target ancaman, mulai dari intimidasi verbal hingga kekerasan fisik. Kasus pembunuhan Munir Said Thalib adalah contoh nyata bagaimana aktivis dan jurnalis yang vokal bisa menjadi sasaran kekerasan.
Beberapa tahun terakhir, tren serangan terhadap jurnalis meningkat, baik dalam bentuk ancaman hukum seperti kriminalisasi terhadap wartawan, maupun aksi langsung seperti yang terjadi di Tempo. Jika tidak ditindak tegas, tren ini dapat semakin memperburuk kebebasan pers di Indonesia.
teror terhadap Tempo merupakan ujian bagi komitmen Indonesia dalam melindungi kebebasan pers. Negara harus hadir dalam menjamin keselamatan jurnalis dan memastikan media bisa bekerja tanpa rasa takut. Mengusut tuntas kasus ini bukan hanya soal keadilan bagi Tempo, tetapi juga langkah penting dalam menjaga demokrasi tetap sehat dan transparan.[Nabil Hasan]