Almuhtada.org – Mungkin diantara para pembaca akan bertanya tanya apa itu Locus of Control. Dalam ilmu psikologi, Locus of Control merupakan konsep yang menjelaskan cara seseorang memandang sumber kendali atas berbagai peristiwa yang dialaminya. Cara pandang tersebut dibagi Kembali menjadi dua jenis yaitu internal locus of control dan eksternal locus of control.
Orang dengan internal locus of control percaya bahwa usaha dan keputusan merekalah yang menentukan keberhasilan atau kegagalan. Sebaliknya, mereka yang memiliki eksternal locus of control cenderung merasa bahwa nasib mereka ditentukan oleh faktor luar seperti keberuntungan, takdir, atau orang lain. Seseorang dengan pola asuh yang sama dan lingkungan yang sama dapat tumbuh dengan tujuan yang berbeda itu karena mindset dalam diri yang berbeda serta factor kebiasaan baik yang sudah ia bangun.
Bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah bulan dimana amalan kebaikan selalu dilipat gandakan pahalannya. Tidak heran jika bulan tersebut banyak kaum muslimin yang berbondong-bondong mengejar kebaikan, memperkuat ibadah baik itu ibadah wajib seperti puasa ramadan maupun ibadah sunah dengan tujuan ke fitri (bersih).
Puasa ramadan mengajarkan umat muslim untuk menahan lapar, haus, serta berbagai godaan lainnya dari fajar samapi magrib. Hal ini menunjukan bahwa seseorang memiliki kendali atas diri sendiri dan mampu mengatur perilaku serta emosinya. Mereka yang memiliki internal locus of control akan memanfaatkan Ramadan sebagai kesempatan untuk meningkatkan disiplin dan tanggung jawab atas ibadah mereka, bukan karena tekanan eksternal, tetapi karena kesadaran pribadi.
Selain itu, Ramadan juga menguji ketahanan fisik dan mental. Menjaga produktivitas di tengah rasa lapar dan haus membutuhkan pengelolaan energi serta waktu yang baik. Seseorang yang memiliki internal locus of control akan mencari strategi untuk tetap menjalankan aktivitas dengan optimal, menjadikan Ramadan sebagai ajang latihan pengendalian diri yang lebih baik.
Sebaliknya, individu dengan external locus of control cenderung merasa bahwa kesuksesan menjalankan ibadah Ramadan bergantung pada lingkungan atau faktor luar. Jika suasana tidak mendukung, mereka mungkin merasa sulit untuk beribadah secara optimal.
Dalam Islam, setiap individu bertanggung jawab atas amalnya sendiri. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
لَهٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗ ۚوَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11).
Hal ini menunjukkan bahwa perubahan harus dimulai dari dalam diri, bukan bergantung pada faktor luar semata. Ramadan bukan sekadar ritual tahunan, tetapi momen untuk membentuk pribadi yang lebih bertanggung jawab dan disiplin. Dengan memperkuat internal locus of control, kebiasaan baik yang dibangun selama Ramadhan dapat terus berlanjut dalam kehidupan sehari-hari, menjadikan seseorang lebih mandiri dalam menjalankan ibadah dan menghadapi tantangan hidup. []Adinda Aulia