almuhtada.org – Kasus korupsi di Indonesia bukanlah fenomena baru. Praktik ini telah terjadi sejak masa kolonial, bahkan konon sejak era Gubernur Jenderal Belanda, Herman Willem Daendels. Saat itu, dalam proyek pembangunan Jalan Raya Pos (Anyer–Panarukan), dana yang seharusnya digunakan untuk membayar pekerja justru dikorupsi oleh para bupati di Nusantara. Akibatnya, para pekerja tidak menerima upah yang layak, bahkan banyak yang kehilangan nyawa akibat kerja paksa dan kondisi kerja yang tidak manusiawi. Sejarah mencatat bahwa korupsi tidak hanya merugikan ekonomi, tetapi juga berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.
Ironisnya, praktik korupsi terus berkembang hingga saat ini, bahkan dalam sektor-sektor yang menyangkut kebutuhan dasar masyarakat. Salah satu kasus terbaru yang menghebohkan publik adalah pengoplosan BBM jenis Pertamax dengan Pertalite. Pertamax, yang seharusnya memiliki Research Octane Number (RON) 92, ternyata dicampur dengan Pertalite yang hanya memiliki RON 90. Praktik ilegal ini tentu sangat merugikan konsumen, terutama mengingat Pertamax merupakan BBM non-subsidi yang dibeli dengan harga lebih tinggi. Selain merugikan secara finansial, tindakan ini juga berpotensi merusak mesin kendaraan dan meningkatkan polusi akibat pembakaran BBM yang tidak sesuai standar.
Lebih dari itu, kasus pengoplosan BBM ini menunjukkan betapa lemahnya pengawasan dalam sistem distribusi energi di Indonesia. Jika pengawasan ketat diterapkan sejak awal, dari rantai pasokan hingga distribusi di SPBU, maka praktik curang seperti ini seharusnya dapat dicegah. Sayangnya, sering kali ada keterlibatan oknum-oknum di berbagai tingkatan yang justru melindungi pelaku demi keuntungan pribadi. Ini semakin memperjelas bahwa korupsi telah mengakar di berbagai lini dan sulit diberantas tanpa komitmen kuat dari semua pihak.
Meskipun Indonesia mengalami sedikit perbaikan dalam peringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) global, dari posisi 115 pada tahun sebelumnya menjadi peringkat 99 pada 2024, hal ini belum bisa dijadikan alasan untuk berpuas diri. Korupsi masih merajalela di berbagai sektor, bahkan hingga ke tingkat paling bawah. Skandal yang terus terungkap menunjukkan bahwa integritas dan transparansi masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi bangsa ini.
Oleh karena itu, kasus korupsi harus mendapat perhatian serius dari seluruh elemen masyarakat. Pemerintah perlu memperketat pengawasan dan penegakan hukum, sementara masyarakat harus lebih kritis dan berani melaporkan dugaan korupsi yang mereka temui. Selain itu, pendidikan antikorupsi harus ditanamkan sejak dini agar generasi mendatang memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya integritas. Tanpa kesadaran kolektif dan tindakan nyata, korupsi akan terus menggerogoti sendi-sendi kehidupan, menghambat pembangunan, serta merugikan generasi mendatang.[]nabil hasan