Keseimbangan Syukur Dan Ambisi Dalam Perspektif Islam dan Logika

Ilustrasi Syukur dan Ambisi (Freepik.com - Almuhtada.org)

Almuhtada.org – Bersyukur adalah salah satu konsep mendasar dalam Islam yang juga relevan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam QS. Ibrahim ayat 7, Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” Namun, muncul anggapan bahwa bersyukur bisa membuat seseorang puas dengan keadaan, sehingga kehilangan dorongan untuk maju. Apakah benar demikian? Untuk menjawabnya, kita akan melihat dari perspektif Islam dan logika.

Dalam Islam, bersyukur tidak hanya sebatas ucapan “Alhamdulillah”. Syukur memiliki tiga dimensi:

  1. Hati: Menyadari bahwa semua nikmat berasal dari Allah.
  2. Lisan: Mengungkapkan rasa syukur dengan memuji Allah.
  3. Perbuatan: Menggunakan nikmat untuk kebaikan.

Dengan pemahaman ini, syukur justru menggerakkan seseorang untuk memanfaatkan nikmat yang diterima secara maksimal. Contohnya, seorang yang bersyukur atas kesehatan akan menjaga tubuhnya dan menggunakannya untuk beramal. Orang yang bersyukur dengan kesehatannya juga akan menjaga tubuhnya seperti makan makanan bergizi dan berolahraga, bukan justru bermalas-malasan dan seenaknya dalam mengonsumsi makanan. Dengan demikian, syukur tidak bertentangan dengan ambisi untuk maju.

Baca Juga:  4 Janji Allah SWT dalam Al-Qur’an yang Pasti Ditepati

Secara logis, bersyukur memiliki peran penting dalam memacu kemajuan:

  1. Bersyukur Meningkatkan Kepuasan Emosional

Saat kita bersyukur, kita fokus pada hal-hal positif dalam hidup, yang secara psikologis meningkatkan rasa puas dan bahagia. Hal ini bukan berarti kita berhenti berusaha, tetapi dengan pikiran yang tenang, kita lebih mampu membuat keputusan yang lebih cerdas dan inovatif.

  1. Mengurangi Rasa Iri dan Ketidakpuasan

Orang yang tidak bersyukur cenderung terjebak dalam rasa iri terhadap kesuksesan orang lain. Akibatnya, mereka menghabiskan energi untuk mengeluh atau membandingkan diri, alih-alih bekerja untuk memperbaiki keadaan. Sebaliknya, rasa syukur membuat kita fokus pada apa yang bisa kita tingkatkan tanpa terbebani oleh tekanan sosial.

  1. Membangun Hubungan Sosial yang Baik

Bersyukur mendorong kita untuk menghargai orang lain. Dalam dunia kerja atau hubungan sosial, sikap ini menciptakan kolaborasi yang positif, yang pada gilirannya mempercepat kemajuan individu maupun kelompok.

  1. Motivasi untuk Mengoptimalkan Nikmat

Secara logika, jika kita benar-benar menghargai sesuatu, kita akan menjaga dan mengembangkan hal tersebut. Misalnya, seseorang yang bersyukur atas pendidikan yang dimilikinya akan terdorong untuk belajar lebih giat demi memanfaatkan potensi tersebut secara maksimal.

Islam mengajarkan keseimbangan antara bersyukur dan terus berusaha. Rasulullah SAW bersabda:

“Bersemangatlah terhadap apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan janganlah merasa lemah.” (HR. Muslim)

Syukur tanpa ambisi memang bisa membuat seseorang stagnan. Namun, ambisi tanpa rasa syukur dapat membuat seseorang menjadi serakah dan kehilangan arah. Keseimbangan ini memastikan bahwa kita maju dengan cara yang etis dan bermanfaat bagi diri sendiri serta orang lain.

Baca Juga:  Keutamaan Bagi Orang Yang Membaca Sholawat Sa’adah (Sholawat Kebahagiaan)

Ketika seseorang terlalu puas dengan keadaan (bersyukur yang keliru), mereka cenderung tidak berinovasi. Contohnya, perusahaan yang puas dengan produk lamanya tanpa melakukan pengembangan akan kalah bersaing. Di sisi lain, orang yang ambisius tanpa rasa syukur seringkali menjadi gelisah, tidak pernah puas, dan bahkan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Bersyukur secara logis adalah pengingat untuk tidak berhenti di satu titik, melainkan melangkah lebih jauh dengan fondasi yang kokoh.

Dari perspektif Islam dan logika, bersyukur tidak hanya membantu kita menghargai nikmat Allah tetapi juga menjadi motivasi untuk maju. Syukur memberikan dasar emosional yang stabil, hubungan sosial yang harmonis, dan kesadaran untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki.

Bersyukur bukanlah akhir perjalanan, tetapi awal dari langkah-langkah yang lebih besar dan lebih bermakna. Dengan bersyukur, kita tidak hanya mengejar kesuksesan dunia, tetapi juga keberkahan akhirat. [] Qoula Athoriq Qodi

Editor : Raffi Wizdaan Albari

Related Posts

Latest Post