Almuhtada.org – Sebuah kebiasaan yang sering disadari oleh manusia adalah berdoa untuk dirinya sendiri.
Manusia kerapkali berdoa seolah-olah Allah yang sedang menunggu permintaan kita. Padahal Allah tidak memerlukan doa tersebut karena doa akan selalu kembali kepada dirinya sendiri.
Dalam Q.S. Al-Furqan ayat 77, Allah berfirman kurang lebih: “Tuhanku tidak akan mengindahkan kalian sekiranya bukan karena doa kalian.” Ayat ini tidak sedang memuliakan doa sebagai ritual, melainkan menelanjangi posisi manusia.
Tanpa doa, manusia tidak “dianggap”. Bukan karena Allah butuh dipanggil, tetapi karena manusia menolak mengakui kebutuhannya sendiri.
Jika Allah Maha Kaya dan Maha Sempurna, maka mustahil jika doa seorang hamba menjadi kebutuhannya.
Padahal di sini manusia adalah menusia yang lemah dan doa adalah bahasa dari kelemahan itu. Oleh sebab itu, doa berfungsi sebagai pengakuan diri.
Dunia menuntut manusia tampil kuat, produktif, dan mandiri.
Doa justru mengajarkan sesuatu yang berlawanan, seperti rendah hati, bukan rendah hati di hadapan manusia, bahwa hidup tidak sepenuhnya bisa dikendalikan.
Sayangnya, doa seringkali menjadi formalitas. Dibaca cepat, dihafal sejak kecil, bahkan diulang bukan dari hati.
Padahal Al-Furqan ayat 77 menegaskan bahwa nilai manusia di hadapan Allah justru lahir dari doa itu sendiri dari kesadaran bahwa manusia butuh.
Al-Qur’an tidak mengatakan bahwa Allah mengazab manusia karena kurang berdoa. Yang disebutkan adalah: tanpa doa, manusia tidak diperhitungkan.
Ketika kesadaran itu tidak ada, tidak ada pula alasan bagi manusia untuk didekatkan. Sebab kedekatan dengan Allah hanya lahir dari sikap merendahkan diri dan mengakui ketergantungan.
Doa itu berasal dari kita, untuk kita.
Allah tidak berubah oleh doa, tetapi kita yang dibentuk olehnya.
Jika ada stigma, mendoakan diri sendiri itu egois seolah-olah kebutuhan pribadi harus disembunyikan agar terlihat ikhlas.
Padahal sikap semacam ini bagian dari bentuk ketidakjujuran.
Bagaimana mungkin seseorang jujur kepada Allah jika ia menolak mengakui kebutuhannya sendiri?
Maka berdoalah, bukan karena Allah membutuhkan permintaan kita, tetapi kita yang membutuhkan doa itu. Sebab di hadapan Allah, manusia bukan dinilai dari seberapa kuat ia terlihat, melainkan dari seberapa jujur ia mengakui kelemahannya.[] Lailia Lutfi Fathin











