Antara Syiar dan Riya’, Bagaimana Bedanya?

Ilustrasi smartphone sebagai salah satu wadah untuk syiar di zaman yang serba canggih (Freepik.com - Almuhtada.org)

almuhtada.org – Ketika kita scroll media sosial, mendapati teman kita memposting foto saat mengikuti kajian, memberikan foto qurannya, atau membuat konten “a day in my life” yang penuh dengan aktivitas ibadah.

Melihat hal tersebut bisa menjadi pengingat serta sumber inspirasi. Tetapi, tidak bisa dipungkiri terkadang muncul perasaan insecure atau pertanyaan, “apakah yang ia lakukan benar-benar tulus atau hanya untuk konten semata?.”

Fenomena ini seperti pedang bermata dua. Niat baik guna menyebarkan kegiatan positif apalagi ibadah sangatlah mulia dan dianjurkan. Namun, terdapat garis tipis tak kasat mata yang memisahkannya dengan riya’, yaitu keinginan pribadi untuk mendapatkan validasi dari manusia lain.

Lalu, bagaimana perbedaanya?

Jawaban simpelnya, ada pada sesuatu yang hanya kita dan Allah saja yang tahu, yaitu Niat.

Syiar yang tulus lahir dari keinginan murni seseorang agar orang lain ikut merasakan indahnya beribadah, nikmatnya iman, dan betapa besarnya kenikmatan mengharap ridha Allah.

Sebagai contoh, ketika kita mendapatkan sebuah quotes ketika mengikuti kajian dan menyebarkan hal tersebut dengan harapan bisa menguatkan orang lain yang mungkin sedang dalam masalah serupa.

Hal ini merupakan niat yang positif dan bisa menjadi pahala jariyah yang terus mengalir kepada kita.

Sebaliknya, riya’ akan masuk ketika fokusnya sudah bergeser.

Ketika yang kita cari adalah ucapan “masya allah sholehah sekali”, “rajin banget”, atau jumlah like, komen, maupun repost yang menjadi tolak ukur “keberhasilan” daripada ibadah yang kita lakukan.

Baca Juga:  Mari Kita Muhasabah Diri

Inilah yang dinamakan jebakan hati, yang bisa menghanguskan seluruh pahala, amal, dan perbuatan yang sudah kita lakukan, sebesar dan setulus apapun kita melakukannya.

Lantas, bagaimana cara kita memastikan agar tidak tergelincir?

Hal pertama adalah, tanyakan pada diri sendiri terlebih dahulu.

Apakah ketika tidak ada seorang pun yang melihat atau merepost postingan ini, apakah kita akan tetap merasa senang melakukannya karena Allah.

Jika iya, maka insyaAllah niat kita sudah sesuai dan lurus. Tetapi, jika ada saja sedikit kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang kita harapkan kepada manusia, mungkin itu saatnya kita jeda dan menata kembali niat kita.

Media sosial yang kita ketahui, sesungguhnya hanyalah alat atau perantara. Bisa menjadi ladang pahala yang terus mengalir, atau justru menjadi senjata makan tuan kepada diri kita sendiri.

Oleh karenanya, daripada kita disibukkan membangun citra yang positif, sholeh, dan sempurna di dunia maya.

Ada baiknya kita lebih memfokuskan pada hubungan kita kepada Allah. Fokuskan diri bahwasannya segala hal yang kita lakukan termsuk bermedia sosial itu diniatkan tulus karena Allah. InsyaAllah akan dibalas sesuai dengan ganjarannya. [] Raffi Wizdaan Albari

Related Posts

Latest Post