almuhtada.org- Halo Sobat Muhtada, sering kali seseorang dihadapkan pada situasi sulit dalam hidup, termasuk persoalan memilih di antara dua tanggung jawab besar. Pilihan itu terkadang harus diambil dengan berat hati dan meninggalkan rasa bersalah. Salah satunya adalah dilema seorang suami: manakah yang harus didahulukan, menafkahi istri atau menafkahi ibu kandungnya?
Sebenarnya, kewajiban terhadap istri dan kewajiban berbakti kepada orang tua tidak perlu dipertentangkan. Keduanya bisa dijalankan secara seimbang tanpa mengabaikan salah satunya. Inilah yang dalam istilah fikih disebut tariqhatul jam‘i (mengompromikan dua dalil yang sama-sama sahih).
Imam An-Nawawi pernah ditanya mengenai hal ini: apakah seorang suami boleh jika lebih mengutamakan istrinya daripada ibunya? Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan agar seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14)
Di sisi lain, Al-Qur’an juga menegaskan kewajiban suami untuk menafkahi istrinya dengan layak:
“Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah adalah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah menderita karena anaknya…” (QS. Al-Baqarah: 233).
Kedua ayat ini menunjukkan bahwa baik orang tua maupun istri sama-sama mendapat perhatian dalam ajaran Islam.
Menurut Imam An-Nawawi, seorang suami tidak berdosa bila mengutamakan istri sejauh ia tetap menunaikan kewajiban nafkah kepada ibunya apabila memang menjadi tanggung jawabnya. Namun, yang lebih utama adalah tetap menjaga perasaan ibu dan mendahulukannya. Jika terpaksa lebih mengutamakan istri, maka seorang suami sebaiknya menyembunyikan hal itu dari ibunya agar tidak melukai hatinya.
Imam An-Nawawi juga menulis:
“Tidak berdosa seseorang ketika ia mencukupi (nafkah) ibunya jika ibunya termasuk yang wajib dinafkahi dengan baik. Tetapi yang lebih utama adalah membahagiakan dan mengutamakan ibunya. Jika memang harus lebih mendahulukan nafkah istri daripada ibu, maka seorang suami hendaknya menyembunyikan hal tersebut dari ibunya.”
(Al-Imam An-Nawawi, Fatawa al-Imam al-Nawawi, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2018/1439], hlm. 150).
Dengan demikian, Islam memberikan keseimbangan: seorang suami tetap wajib menunaikan hak istrinya, sekaligus tidak melupakan kewajiban berbakti kepada orang tua. [Shokifatus S]