almuhtada.org – Pernah nggak sih kamu lagi ngobrol sama teman, terus ada yang bilang,
“Wah, analisis kamu dalam banget!”
Atau malah sebaliknya,
“Ah, itu mah cuma asal ngomong doang.”
Padahal, kemampuan menganalisis itu ada levelnya, lho. Bukan cuma bisa atau nggak bisa, tapi seberapa tajam dan dalam kamu bisa melihat suatu isu.
Bayangin kamu lagi main game—dari level 1 yang cuma bisa basic attack, sampai level 15 yang bisa pakai skill ultimate. Nah, kemampuan analisis juga seperti itu. Dari sekadar membaca fakta, sampai mampu menciptakan ide segar yang bikin orang mikir, “Kok bisa kepikiran kayak gitu, sih?!”
Yuk, kenalan sama 6 level analisis yang bisa bikin kamu naik kelas!
Level 1: Remember / Mengidentifikasi
Ini adalah level paling dasar. Kamu cuma membaca dan mengenali fakta yang ada.
Misal:
“Harga emas naik jadi 1,8 juta.”
“Tagihan makan totalnya 100 ribu.”
Ini penting sebagai pondasi, tapi belum masuk analisis. Ibaratnya waktu SD ditanya 10 + 10 berapa—jawabannya kamu tahu, tapi belum mikir lebih jauh dari itu.
Level 2: Understanding / Memahami
Di sini kamu mulai paham arti di balik fakta. Udah nggak cuma baca, tapi bisa menjelaskan kenapa itu terjadi.
Contoh:
“Harga emas naik karena permintaan meningkat.”
“Oh, film Batman vs Superman itu bukan cuma berantem dua superhero, tapi tentang konflik ideologi antara vigilante dan otoritas.”
Analogi gampangnya: kayak bedanya baca subtitle film sama ngerti alur ceritanya.
Level 3: Applying / Menggunakan
Nah, kamu mulai bisa pakai insight dari informasi buat ambil tindakan atau keputusan.
Contoh:
“Harga kopi arabika naik tiga bulan terakhir. Kayaknya harga kopi di kafe bakal naik juga. Mending stok kopi dari sekarang!”
Atau: “User engagement paling tinggi pas weekend, berarti waktu terbaik buat launching fitur baru ya hari Sabtu!”
Udah bukan cuma ngerti, tapi mulai berpikir strategis. Ini udah jadi skill yang bisa dijual.
Level 4: Analyzing / Membandingkan & Mengurai Pola
Level detektif dimulai!
Kamu mulai melihat pola tersembunyi dan pertanyaan kritis seperti,
“Kenapa ya setiap kali Elon Musk nge-tweet soal crypto, Dogecoin langsung naik?”
“Padahal semua laporan keuangan bagus, kok harga saham teknologi lokal malah turun?”
Kamu mulai connect the dots, mengaitkan fakta-fakta jadi satu pemahaman yang lebih dalam.
Plot twist-nya:
“Ternyata aku lebih produktif pas WFH bukan karena nggak diganggu, tapi karena jam makan dan istirahat bisa ngikutin ritme tubuhku sendiri!”
Mind = blown.
Level 5: Evaluating / Mengkritisi
Kamu mulai jadi semacam food critic—tapi buat data dan opini.
Contoh:
“Kok artikel ini bilang Gen Z lebih malas dari milenial? Malasnya diukur dari apa? Sumber datanya mana? Ini jangan-jangan cuma stereotip.”
Atau:
“Kok ada investasi yang dibilang dijamin 100% untung? Emangnya ada investasi tanpa risiko? Ini red flag!”
Kamu mulai bisa membedakan opini, asumsi, dan fakta. Skill ini penting banget buat ngelindungin diri dari misinformasi.
Level 6: Creating / Mencipta dan Mensintesis
Ini dia final boss!
Kamu nggak cuma ngerti dan pakai informasi, tapi bisa menciptakan ide dan solusi dari penggabungan berbagai insight.
Contoh:
“Kalau tren remote work, stres kerja, dan kemacetan digabungin… gimana kalau perusahaan coba ‘4-day work week’ dengan jam kerja fokus? Bisa ningkatin produktivitas, bikin karyawan lebih bahagia, dan ngurangin polusi juga.”
Atau lihat Gojek:
Orang Indonesia suka ‘ojek’ tapi susah nemuin yang pasti—boom, bikin Super App yang jadi solusi hidup sehari-hari. Game changer!
Kesimpulan
Jadi, kamu sekarang di level berapa?
Ingat, naik level itu bukan soal IQ, tapi soal latihan dan kesadaran berpikir.
Mulai dari mengenali, memahami, menerapkan, mengurai, mengkritisi, hingga mencipta.
Karena di dunia yang penuh informasi ini, yang bikin kamu beda adalah cara kamu menganalisisnya.