Almuhtada.org – Hidup tidak selalu dijalani dengan lurus dan tanpa hambatan. Pada waktu-waktu tertentu, manusia diuji dengan hal-hal yang dirasakan berat untuk dijalani. Tanpa disadari, luka telah disiapkan, ujian telah dihadirkan, dan kenyataan pun tidak selalu disesuaikan dengan harapan.
Pada titik itu, kelelahan mulai dirasakan oleh banyak hati. Beban dianggap terlalu berat untuk dipikul, hingga muncul pertanyaan dalam diri, “Kenapa harus aku?” Saat keadaan itu terjadi, pelarian kerap dijadikan pilihan. Masalah mulai dihindari, seolah-olah tidak terjadi, dan semuanya diharapkan lenyap begitu saja seperti uap yang dihapus oleh angin.
Namun, perlu diketahui bahwa pelarian dari masalah tidak pernah diajarkan dalam Islam. Justru sebaliknya, setiap ujian telah diajarkan untuk dihadapi dengan iman dan keteguhan hati. Telah diberitahukan oleh Allah SWT bahwa ujian adalah sesuatu yang pasti dialami oleh seorang mukmin. Bahkan, keadaan kita telah disamakan dengan umat terdahulu yang juga telah diuji, bahkan dengan ujian yang jauh lebih berat.
أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَأۡتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلِكُم مَّسَّتۡهُمُ ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُواْ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصۡرُ ٱللَّهِۗ أَلَآ إِنَّ نَصۡرَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ
(QS. Al-Baqarah: 214)
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan seperti yang dialami orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa kesengsaraan dan penderitaan yang begitu berat, dan diguncang hebat, sehingga Rasul dan orang-orang beriman bersamanya berkata: ‘Kapankah datang pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.”
Ayat ini memperlihatkan bahwa bahkan para nabi telah diuji dengan ujian yang begitu dahsyat. Namun pada akhirnya, pertolongan dari Allah tetap diberikan kepada mereka yang bersabar. Maka, jika mereka saja tidak ditinggalkan dalam ujian, apalagi kita. Tidak pantas jika keputusasaan dijadikan alasan untuk lari, sedangkan pertolongan telah dijanjikan.
Contoh paling nyata telah diperlihatkan oleh Rasulullah SAW. Sejak usia dini, kehilangan telah dirasakan. Ayah, ibu, hingga kakek tercinta telah dipanggil lebih dahulu. Dalam menjalankan dakwah, hinaan dan luka baik fisik maupun batin,telah dijatuhkan kepada beliau. Tetapi tidak sekalipun amanah ditinggalkan. Seluruh cobaan telah dihadapi dengan sabar, doa, dan kerja keras.
Dari beliau, pelajaran besar dapat diambil. Keberanian sejati tidak dimaknai sebagai keras kepala, tetapi sebagai keteguhan untuk tetap bertahan meski ingin menyerah, dan tetap melangkah meski tertatih.
عَنْ أَبِي يَحْيَى صُهَيْبِ بْنِ سِنَانٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ ٱللَّهِ ﷺ:
عَجَبًا لِأَمْرِ ٱلْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ؛ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
(HR. Muslim no. 2999)
“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, semua urusannya adalah kebaikan. Jika ia diberi kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika ia ditimpa kesulitan, ia bersabar, maka itu pun baik baginya.”
Hadis ini menunjukkan bahwa semua keadaan bisa dijadikan kebaikan bagi seorang mukmin, asalkan disikapi dengan syukur dan sabar. Dalam suka maupun duka, jika Allah disertakan, maka kebaikan pasti akan dihasilkan. Bahkan bisa jadi, dari situlah pahala kita dikumpulkan.
Dalam psikologi modern, hal serupa juga ditemukan. Dikatakan bahwa masalah yang dihindari akan tetap membebani pikiran. Ketakutan yang tidak diselesaikan akan berkembang menjadi kecemasan, bahkan trauma. Namun, dalam Islam, diajarkan bahwa pada Allah-lah sandaran harus diberikan.
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ
(QS. Al-Baqarah: 45)
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”
Diketahui oleh Allah bahwa menghadapi ujian itu berat. Tapi justru karena berat, nilai ibadahnya pun semakin tinggi. Maka, ujian perlu dihadapi walau pahit. Luka tetap harus dipandang meski sembuh belum dirasakan. Tantangan pun harus disambut, meski ketakutan masih melekat.
Sebab menghadapi adalah tanda bahwa hidup masih dijalani dengan tujuan. Sementara menghindar hanya akan membuat rasa sakit tertunda dan tertumpuk.
“Sabar bukan berarti diam. Tawakal bukan berarti menyerah. Menghadapi bukan berarti tidak takut, tapi itu menunjukkan keyakinan bahwa Allah lebih besar daripada rasa takut itu sendiri.”
Mari kita menjadi mukmin yang tangguh. Yang ketika ujian datang, tidak berkata “Kenapa aku?” tetapi berkata:
“Ya Allah, bagaimana aku bisa melalui ini dengan iman dan ridha-Mu?”
[] Rezza Salsabella Putri