Almuhtada.org – Di Andalusia, perkembangan ilmu filsafat Islam meraih puncaknya melalui para pemikir cemerlang. Salah satu di antara mereka yang begitu berpengaruh adalah Ibnu Bajjah. Pemikirannya menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh berikutnya, yaitu Ibnu Thufail, Ibnu Rusyd, dan Ibnu Khaldun.
Berlangsung selama hampir 800 tahun, Islam membina peradaban gemilang di Semenanjung Iberia, daerah yang sekarang termasuk Spanyol dan Portugal. Andalusia melahirkan banyak cendekiawan terkemuka pada Abad Pertengahan, terutama dari kalangan Muslim serta non-Muslim. Ini mencerminkan tingginya budaya kosmopolitan serta kemajemukan di daerah tersebut.
Kehidupan dan Karier Ibnu Bajjah
Salah satu cendekiawan terkemuka di daerah filsafat abad ke-12 M adalah Ibnu Bajjah, lebih dikenal sebagai Avempace dalam bahasa Latin. Beliau tidak hanya menempuh pengetahuan filsafat, tetapi juga mengenal berbagai ilmu lainnya seperti sastra, gramatika Arab, musik, fisika, astronomi, dan kedokteran. Bahkan, bukunya tentang botani, Kitab an-Nabat (Buku Tumbuh-tumbuhan), menjadi rujukan populer di universitas-universitas Eropa hingga awal abad modern.
Ibnu Bajjah, yang bernama lengkap Abu Bakar Muhammad bin Yahya bin ash-Shaigh at-Tujibi bin Bajjah, lahir di Sarqusthan (Zaragoza) pada tahun 1080 M. Pada waktu itu, kota tersebut adalah bagian dari taifa, kerajaan-kerajaan kecil yang terjadi setelah kejatuhan Bani Umayyah di Andalusia. Pada usia yang ke-34 tahun, Zaragoza jatuh ke tangan Dinasti Murabithun.
Dari usia muda, Ibnu Bajjah belajar dari berbagai pengajar di Andalusia. Kebolehannya makin terkenal luas sehingga menarik perhatian penguasa Murabithun. Gubernur Zaragoza, Abu Bakar Ali bin Ibrahim as-Sahrawi, pada tahun 1114 M, mengangkatnya menjadi perdana menteri setempat. Dengan demikian, ia mendapat julukan wazir al-hikmah (perdana menteri kebijaksanaan).
Namun, politik di Andalusia tidak tenang. Pada 1116, gubernur as-Sahrawi terbunuh dalam perang melawan pasukan Kristen, dan pada 18 Desember 1118, Zaragoza fell ke tangan Kerajaan Aragon. Perubahan ini menimbulkan penderitaan besar bagi masyarakat Islam di sana, yang mendapati diri mereka mendapati diri mereka disiksa.
Ibnu Bajjah selanjutnya berpindah-pindah ke beberapa kota seperti Valencia, Seville, dan Granada. Namun, fitnah menabunginya semakin meningkat. Ia didakwa sebagai ahli bidah dan sempat terjebak dalam tahanan di Syatibah. After his release, he decided to depart from Andalusia and migrate to North Africa. In the City of Fas (Fez), he was welcomed by Yahya bin Yusuf bin Tasrifin of the Murabithun Dynasty and appointed a high rank for two decades. Unfortunately, in 1138 M, he passed away after being poisoned by a physician who detested him too, Abul Ala bin Zuhr.
Pemikiran Filsafat Ibnu Bajjah
Ibnu Bajjah sangat dipengaruhi oleh Aristoteles, terutama ketika menulis diskursus tentang substansi dan aksiden. Menurut Aristoteles, substansi adalah sesuatu pokok dan dasar, sedangkan aksiden adalah keadaan tambahan yang bersifat melekat pada substansi. Sebagai contoh, sebuah meja memiliki substansi sebagai “meja,” sedangkan warna, bentuknya, atau penggunaannya hanya aksiden.
Ibnu Bajjah memperluas konsep ini dengan mengembangkan teori mengenai keempat aksiden rohani yang ada dalam diri manusia:
1. Aksiden inderawi – timbul karena adanya indera.
2. Aksiden behavior – emerged from tingkah laku, e.g., seeking water when thirsty.
3. Aksiden rational – achieved through akal thinking.
4. Aksiden active mind – takes place through revelation, authentic dreams, or inspiration.
Gagasannya tentang akal aktif dipengaruhi oleh al-Farabi, yang meyakini bahwa manusia memiliki potensi bawaan untuk memahami pengetahuan universal, termasuk keberadaan Tuhan. Dalam pemikirannya, akal potensial (al-‘aql bi al-quwwah) dapat berkembang menjadi akal aktual (al-‘aql bi al-fi’il) setelah menerima “cahaya” dari akal aktif. Ia menggambarkan proses ini seperti mata yang membutuhkan cahaya matahari untuk dapat melihat.
Selain itu, Ibnu Bajjah juga mengembangkan Teori Ittishal yang menjelaskan hubungan antara manusia dengan akal aktif serupa dengan kemampuan intelegennya. Gagasan ini diberikan dalam Risalat al-Ittishal al-‘Aql bi al-Insan dalam bentuk berbagai surat-menyurtanya kepada muridnya, Ibnu al-Imam.
Warisan Pemikiran Ibnu Bajjah
Meskipun menghadapi berbagai pengaruh sosial dan politik, pemikiran Ibnu Bajjah masih memberikan pengaruh besar dalam sejarah filsafat Islam. Terus menjadi bagian tenggang di antara al-Farabi, Aristoteles, dan para filsuf Islam selanjutnya hingga Ibnu Rusyd. Warisan beliau tetap dianalisis dan menyebabkan inspirasi dalam bidang perluasan filsafat dan ilmu pengetahuan hingga sekarang. [] Raffi Wizdaan Albari