Almuhtada.org- Gugat cerai adalah gugatan yang diajukan oleh pihak istri kepada suami agar putusnya hubungan perkawinan.
Gugat cerai bisa dilakukan di pengadilan negeri untuk agama selain Islam, dan pengadilan agama untuk pihak yang beragama Islam.
Dalam hal sidang gugat cerai, suami ataupun istri harus datang ke pengadilan secara pribadi.
Kecuali apabila salah satu pihak berada di luar negeri atau memiliki udzur tertentu sehingga diwakilkan oleh kuasa hukumnya secara khusus.
Namun dalam keadaan tertentu, hakim dapat memerintahkan keduanya untuk datang secara pribadi ke pengadilan.
Apabila pihak suami yang digugat sama sekali tidak mau datang bahkan tidak ada kuasa hukum yang mewakili, maka dalam hal ini sesuai dengan pasal 125 HIR (sumber: hukum online) hakim dapat menjatuhkan putusan verstek.
Dalam hal ini, hakim akan memutuskan perkara berdasarkan bukti dan keterangan dari pihak istri.
Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim jika pihak penggugat tidak datang ke persidangan baik secara pribadi ataupun diwakilkan meskipun sudah dipanggil untuk hadir.
Jika hakim memberikan putusan verzet, pihak suami dapat memberikan perlawanan terhadap putusan verzet tersebu dalam kurun waktu yang ditentukan hakimt. Namun, apabila tidak ada maka putusan dianggap telah berkekuatan hukum.
Jatuhnya perceraian diatur didalam pasal 34 ayat (2) PP 9/1974 dan pasal 146 ayat (2) kompilasi hukum Islam.
Pasal tersebut menjelaskan bahwa perceraian terjadi jika sudah dilakukan pencatatan atau pendaftaran di kantor pencatatan sipil.
Jika kedua pihak beragama Islam, maka perceraian dijatuhkan terhitung sejak pengadilan agama memberikan putusan berkekuatan hukum tetap.
Dan jika dalam hal diatas saat putusan verstek dijatuhkan oleh hakim dan tidak ada putusan banding, maka keduanya resmi bercerai dan istri tetap memperoleh status jandanya.
Itulah penjelasan mengenai Gugat Cerai Istri pada suami yang tidak hadir di persidangan.[] Nailatuz Zahro