AlMuhtada.org-Masjid ini adalah salah satu masjid kuno yang berada di Semarang, terletak di Jalan Layur, Kelurahan Dadapsari, Semarang Utara.Akses menuju lokasi masjid ini sangatlah mudah. Anda dapat mulai dari Pasar Johar, lalu arahkan perjalanan ke Kota Lama dengan melewati Kantor Pos Besar yang berada di Jalan Pemuda. Sebelum sampai di Jembatan Berok, silakan belok ke kiri.
Berdasarkan berbagai sumber, Masjid Layur didirikan pada tahun 1802 Masehi oleh sekelompok saudagar dari Yaman yang menetap di Semarang. Selain itu, Masjid Layur juga dikenal dengan nama Masjid Menara Kampung Melayu.Hingga saat ini, masjid ini masih dirawat oleh yayasan masjid setempat sebagai upaya untuk melestarikan sejarah dan sebagai masjid tua yang menjadi kebanggaan Kota Semarang.
Masjid ini terletak di wilayah Kampung Melayu Semarang. Penamaan Kampung Melayu berasal dari fakta bahwa area ini telah menjadi tempat tinggal sejak tahun 1743, dengan mayoritas penduduknya berasal dari suku Melayu.Pada waktu itu, kampung ini memiliki tempat untuk mendaratkan kapal dan perahu yang membawa barang dagangan.Lokasinya yang sangat strategis menarik minat banyak orang, terutama dari kalangan Arab, untuk menetap di kampung ini. Pada masa itulah, masjid yang sudah ada sebelumnya dikembangkan lebih lanjut.
Masjid Layur, yang sering disebut oleh masyarakat setempat sebagai Masjid Menara Kampung Melayu, memiliki menara tinggi yang menjulang di depannya. Luas bangunan masjid ini mencapai sekitar 270 m².Dahulu, area ini dikenal dengan sebutan perkampungan “Arabische Kamp” karena banyaknya pendatang keturunan Arab, mayoritas berasal dari Hadramut, Yaman, yang menetap di sekitar masjid tersebut.
Masjid Layur adalah sebuah masjid kuno yang memiliki keunikan dalam gaya arsitektur Arab-Melayu, yang dipadukan dengan elemen gaya tradisional Jawa.Ciri khas Arab-Melayu dapat dilihat dari desain menara dan gerbang pintu masuk yang memiliki atap berbentuk kubah, sementara gaya tradisional Jawa tercermin pada struktur bangunan masjid yang bertingkat tiga dan didukung oleh tiang-tiang kayu jati.
Selain latar belakang sejarahnya, masjid ini juga menyimpan kepercayaan unik yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat. Sangat jarang kita melihat perempuan melaksanakan salat di bagian utama masjid ini.Hal ini dikarenakan kepercayaan yang masih dianut oleh masyarakat, bahwa perempuan tidak diperbolehkan untuk salat di dalam masjid ini.Dulu, perempuan dilarang memasuki masjid saat sedang haid, namun larangan tersebut telah diterjemahkan secara lebih luas dan masih diyakini hingga saat ini.“Sekarang sudah ada tempat ibadah yang khusus dibangun untuk perempuan, tetapi karena masyarakat sudah terbiasa dengan tradisi tidak salat di masjid, akhirnya tempat tersebut tetap sepi,” ungkap Farhan, salah satu warga setempat. (Azizah Fiqriyatul Mujahidah)