almuhtada.org – Setiap orang pastinya menghadapi takdir yang berbeda. Bagi sebagian orang, takdir merupakan sesuatu yang sudah digariskan oleh Allah SWT untuk kita sejak zaman azali. Bagi orang lain, takdir merupakan suatu misteri yang dipenuhi teka teki dan hanya terbuka seiring berjalannya waktu.
Disaat takdir hadir tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, seperti dalam bentuk kehilangan, kegagalan, cobaan berat, seringkali kita merasa terguncang dan selalu bertanya-tanya terkait makna di dalamnya.
Apakah hal tersebut merupakan suatu hal yang memberi kesempatan untuk bertumbuh, ataukah hal tersebut merupakan sebuah hukuman atau ujian?
Bagaimana kita meresponnya? Apakah kita bisa menerimanya dengan lapang dada?
Proses menerima takdir memang tidaklah mudah. Proses penerimaan takdir tentunya melibatkan hati dan pikiran yang tenang dan lapang.
Proses memahami takdir juga memerlukan pemahaman yang mendalam akan diri sendiri dan kehidupan sekitar.
Menerima takdir, bukan berarti kita hanya sekadar pasrah akan segalanya kepada Allah SWT. Akan tetapi, menerima takdir juga bisa diartikan menemukan jalan untuk berdamai dengan kenyataan tanpa harus kehilangan harapan.
Dalam proses menerima takdir, kita akan belajar mengenali emosi, menemukan khikmah yang tersembunyi, memperkuat perjalanan hidup, dan sebagainya.
Akan tetapi, walau dengan seluruh hal yang telah dijelaskan mengenai menerima takdir, mengapa masih banyak orang yang belum menerimanya? Apa yang barus dilakukan untuk belajar menerima takdir kita?
Salah satu alasan utama orang sulit menerima takdir adalah keterikatan pada keinginan atau ekspektasi tertentu. Ketika kita telah menetapkan impian atau harapan yang kuat, lalu kenyataan tidak sesuai, hal ini bisa menimbulkan rasa kecewa, marah, atau bahkan putus asa.
Selain itu, ketidakpastian masa depan juga menambah kecemasan dan rasa takut bahwa hal-hal buruk akan terus berlanjut atau mungkin tidak ada jalan keluar dari kondisi yang sulit.
Untuk belajar menerima takdir, pertama-tama kita perlu melatih self-awareness, atau kesadaran diri.
Ini melibatkan mengenali emosi-emosi yang muncul tanpa menilainya secara negatif, hanya membiarkan diri merasakan dan memahami mengapa emosi tersebut ada.
Kemudian, mengembangkan ketenangan batin melalui doa, meditasi, atau refleksi diri bisa membantu kita mendapatkan perspektif yang lebih luas. Dengan membangun harapan dan kebijaksanaan dalam menghadapi cobaan, proses menerima takdir perlahan menjadi lebih mudah membuka hati kita untuk berdamai dengan kehidupan yang telah digariskan dan terus berjalan dengan penuh makna. So, semangat berproses. [Mirzalul Umam]
Editor: Syukron Ma’mun