Mengenal Sosok Mufti Besar Aceh: Abdurrauf As-Singkili

Foto Syeikh Abdurrauf As-Singkili (Sekertariat Majelis Adat Aceh - Almuhtada.org)

Al Muhtada.org – Abdurrauf As-Singkili, ulama berpengaruh abad ke-17, dikenal sebagai Qadhi Malikul Adil dan Teungku Syiah Kuala di Kesultanan Aceh.

Abdurrauf As-Singkili, yang dikenal dengan julukan Syiah Kuala, merupakan salah satu ulama besar Nusantara pada abad ke-17. Nama As-Singkili berasal dari daerah asalnya, Aceh Singkil. Sedangkan Syiah Kuala merujuk pada lokasi pemakamannya di Kuala (Muara) Krueng Aceh, Desa Deyah Raya, sekitar 15 km dari Banda Aceh. Ia lahir sekitar tahun 1615 di Singkil, Aceh, dan wafat pada tahun 1693.

Abdurrauf diperkirakan lahir pada 1024 H/1615 M, dan berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, Syeikh Ali, adalah saudara dari Syeikh Hamzah Fansuri. Abdurrauf sangat berpengaruh dalam penyebaran Islam di Nusantara, khususnya di Kesultanan Aceh. Ia dikenal sebagai ahli tasawuf, tafsir, dan fiqih, serta berperan penting dalam perkembangan pemikiran Islam di Indonesia.

Perjalanan Hidup

Abdurrauf As-Singkili muncul di istana Kesultanan Aceh selama masa pemerintahan Ratu Safiyatuddin Syah (1641-1676 M.) untuk menghadiri perayaan Maulid Nabi Muhammad. Menyembunyikan identitasnya sebagai ulama agar tidak terlibat dalam konflik pemikiran antara Syekh Hamzah Fansuri dan Syekh Nuruddin Ar-Raniri, ceramahnya yang fasih dan mengesankan menarik perhatian Ratu.

Setelah diuji, ia mengungkapkan identitasnya yang sebenarnya dan kemudian meminta izin untuk kembali ke kampung halamannya sebelum melanjutkan dakwah ke Barus dan pantai barat Sumatra. Kembali ke Aceh tiga tahun kemudian, Abdurrauf diangkat menjadi Qadhi Malikul Adil pada 1665 Masehi setelah Syekh Nuruddin kembali ke Gujarat.

Baca Juga:  The Story of Abu Lubabah, a Friend of the Prophet who Betrayed and Punished Himself

Sebagai mufti besar, Abdurrauf menjabat selama empat periode pemerintahan dan memainkan peran penting dalam meredam konflik politik, termasuk upaya merebut kekuasaan dari Ratu Zakiyatuddin. Ia juga menolak fatwa dari Mekkah yang menentang kepemimpinan perempuan. Untuk mengatasi ketegangan politik, Abdurrauf merumuskan konsep tata negara yang membagi wilayah Aceh Besar menjadi tiga sagi, di mana para pemimpin Sagi bersama Qadhi Malikul Adil memiliki wewenang untuk mengangkat atau menurunkan sultan.

Wilayah di luar Aceh Lhee Sagoe diberikan hak otonomi dengan kepala daerah bertindak sebagai sultan kecil yang tunduk pada Sultan Aceh.Bottom of Form

Wafat

Syekh Abdurrauf As-Singkili meninggal pada usia 73 tahun, tepatnya pada tahun 1105 H atau 1693 M, dan dimakamkan di Kuala Aceh (Syiah Kuala). Namun, terdapat versi lain yang menyatakan bahwa beliau wafat pada tahun 1690 M.

Karya-karya

Karya-karya Syeikh Abdurrauf As-Singkili berikut diperkirakan ada yang ditulis semasa ia berada di Aceh maupun ketika ia berada di perantauan. Berikut karya-karya Beliau :

  1. Mir’atuth Thullab fi Tashil Ma’rifatil Ahkami ash-syar’iyyati lil Malikil Wahhab
  2. Tarjuman al-Mustafid
  3. Syarah Baidhawi
  4. Umdatul Muhtajin
  5. Hujjatul Balighah ‘ala Jum’atul Mukhasamah
  6. Kifayatul muhtajin ila masyrah al-muwahhidin al-qailin bil wahdatil wujud
  7. Bas’u Samawati wal Ardi
  8. Asrar al-Insani fi Ma’rifat al-Ruh al-Rahman
  9. Hujjah al-Siddiq li Daf’I al-Zindiq
  10. Tibyan fi Mi’rifah al-Adyan
  11. Ma’al al-Hayatiyi liAhli Al-Mamat
  12. Syarah Hadits 40 (syarah hadits arba’in)
  13. Mawa’iz al-Badi’
  14. Tanbih al-Masyi
  15. Kifayat al-Muhtajin ila Masyrah al-Muwahhidin al-Qailin bi Wahdatil Wujud
  16. Daqaiq al-Hurf

Itulah sekilas informasi terkait sosok Abdurrauf As-Singkili []Deya Sofia

Baca Juga:  Kisah Kaum Nabi Hanzhalah yang Diazab oleh Allah Swt Menjadi Batu

Related Posts

Latest Post