Almuhtada.org – Setiap manusia pastinya memiliki cita-cita atau mimpi dalam hidup untuk nantinya dapat digapai. Upaya dalam mewujudkan cita-cita tentu diperlukan ikhtiar yang sungguh-sungguh dalam perjalanannya. Hal ini selaras dengan apa yang Allah sampaikan dalam Al-Qur’an Surat Al-’Ankabut ayat 69, yang artinya:
”Orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan. (Q.S. al-Ankabut [29]: 69). Dalam ayat tersebut, Allah berjanji bahwa bagi mereka yang bersungguh-sungguh dalam mencari Ridha termasuk cita-cita kebaikan, maka Allah akan beri jalan terbaiknya.
Tiap individu harus menyusun action plan agar langkah-langkahnya senantiasa menuju terhadap pencapaian cita-cita. Tidak hanya itu, manusia harus rutin berdoa tanpa pernah henti dan tawakal kepada ketetapan Allah agar apa yang diusahakan oleh manusia perasaan tenang selalu menyertai.
Tetapi, tidak dipungkiri bahwa pada proses perjalanan meraih cita-cita, manusia terkadang pernah berada pada suasana yang begitu malas.
Malas secara sederhananya perasaan sangat sulit bergerak untuk hal-hal yang seharusnya dikerjakan. Atau bisa diartikan juga sebagai sikap menunda-nunda melaksanakan pekerjaan demi kenyamanan diri semata.
Perasaan malas ini secara sepintas merupakan suatu sikap yang normal dalam diri kehidupan manusia. Namun, apabila dibiarkan secara terus-terus akan menjadi kebiasaan negatif dan sangat mengganggu proses tumbuh kembang manusia.
Kita harus mampu memanajemen diri dengan baik dari semua distraksi yang ada. Rasa malas adalah salah satu tantangan yang harus kita hadapi dalam meraih cita-cita mulia.
Sebagai seorang pembelajar, kita harus berupaya untuk menepiskan rasa malas atau setidaknya kita mampu melakukan kontrol diri ketika rasa malas itu datang.
Sebelumnya kita juga harus mengetahui penyebab rasa malas itu muncul. Dalam Kitab Ta’limul Muta’alim karya Syekh Al-Jarnuzi halaman 27 diterangkan bahwa rasa malas berasal dari banyaknya dahak dalam tubuh. Dahak berasal dari banyaknya makan dan minum.
Dengan banyaknya makan dan minum, maka akan menambah banyak dahak. Tentu, cara efektifnya adalah dengan mengurangi makan dan minum guna menepiskan rasa malas dalam diri. Makan secukupnya, pun halnya dengan minum.
Menurut Gus Rijal, ulama zaman dahulu sering sekali menyedikitkan makan dengan cara berpuasa. Namun, apabila dengan berpuasa justru menambah rasa malas maka tetap makan dengan porsi yang cukup. Cukup dalam arti membuat tubuh terasa nyaman dan kembali berenergi.
Selain itu, mengingat akan tujuan dan cita-cita dalam kehidupan adalah salah satu cara untuk menepiskan rasa malas yang tiba-tiba muncul.
Kita harus memahami esensi hidup di dunia dan berbagai hal baik yang sudah tersusun untuk dicapai di masa yang akan datang. Dengan menyadari akan hal tersebut tindakan kita akan otomatis bergerak untuk kembali nge-push melakukan aksi nyata untuk meraih cita-cita.
Terakhir, sebagai suatu pesan penulis menegaskan bahwa kita harus menyelaraskan antara cita-cita kita di masa depan dengan tindakan kita di masa sekarang.
Hal ini bukan tanpa sebab, karena sikap-sikap yang ada pada diri kita saat ini menentukan ketercapaian cita-cita kita di masa depan. Kita masa kini adalah tindakan kita di masa lalu, dan kita di masa depan adalah tindakan kita di masa sekarang. [] Maulana Junaedi
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah