Oleh:
Wihda Ikvina Anfaul Umat
Banyak dari kita menganggap bahwa bahasa merupakan satu hal yang berfungsi sebagai alat komunikasi saja. Ya, sangat tepat memang. Namun jika melakukan pengkajian lebih dalam perihal bahasa, akan banyak kejutan yang dapat kita temui.
Saya Wihda Ikvina, mahasiswa Bahasa Indonesia. Memulai kuliah semenjak pertengahan tahun 2018, memberikan saya satu kesadaran bahwa aspek bahasa adalah hal lekat yang jarang kita sadari penggunaanya. Menjadi mahasiswa prodi Bahasa Indonesia tidak menarik, tidak menantang, mempelajari bahasa sendiri bukan satu hal yang luar biasa. Sedekitnya begitu unek unek segelintir orang orang ketika mendengar jurusan Bahasa Indonesia. Bisa jadi mereka benar, sebab hanya melihat dari sudut pandang terjauh dan condong emosional. Nyatanya pandangan dan perpsektif lain pasti akan banyak bermunculan ketika hal tersebut diperluas, diperbesar, dan mengambil aspek sepositif mungkin.
Lewat tulisan ini saya tidak ingin memuja atau memuji dan memaparkan kebaikan apa yang ada dalam aspek kebahasaan sebagai satu hal yang saya pelajari. Lebih dari itu saya ingin berbagi, betapa ketika makna kita pahami dari hal terkecil dan terlekat dapat bermakna bagi kehidupan kita.
Saya ingin memulai dengan menceritakan bagaimana bahasa sebegitu lekatnya dengan kehidupan kita. Pernahkah secara tidak sengaja kita mendengar seorang pembali di tukang cetak foto bertanya,
“Bang, tiga kali empat berapa ?”
Tau tidak, jika dikaji dengan ilmu semantik, (ilmu tentang makna bahasa) ada tiga maksud yang dapat terpahami dalam ujaran tersebut. Yakni makna 1. Lokusi, sebuah makna murni berdasar apa yang diujarkan oleh penutur, dalam hal ini berarti makna lokusinya adalah berapa hasil dari tiga kali empat. Hal tersebut bisa juga dipahami sebagai makna apa adanya. 2. Perlokusi, makna sebagiamana yang dimaksud oleh penutur. Dalam kasus tersebut tentu si penutur tidak ingin menanyakan berapa hasil kali dari 3 x4, akan tetapi maksudnya adalah berapa harga cetak foo dengan ukuran 3×4. 3. Ilokusi, yakni makna sebagaimana dipahami oleh mitra tutur, dalam hal ini berarti abang tua=kang foto. Apakah kemudian ia akan menangkap makna secara lokusi ataupun perlokusi.
Makna-makna diatas dapat kita pelajari dari ilmu semantik. Dalam kehidupan sehari hari bisa kita pahami sebagai makna ucapan. Nah, kalian tentu sering sekalli mendapati beberapa kata yang kadang tidak berujung denotasi, namun ketika menghubungkannya dengan makna konatasi, bisa jadi masih juga belum teridenifikasi makananya. Begitulah kemudian semantik muncul dengan pemaknaannya yang cukup banyak.
Selanjutnya pernahkah juga kalian berkunjung ke satu daerah yang sangat kental dengan bahasa daerahnya masing masing, kemudian kita menjumpai banyak orang. Ketika mengungkapkan satu istilah yang sama, mereka memiliki ciri khas yang berbeda. Misalkan ketika A dan B mengucapkan “Opo to? (apa sih?) “ Namun keduanya memiliki gaya khas dalam mengungkapkan. A dengan nada yang sangat lemah lembut dan kejawen. Sementara B sangat lugas dan keras. Hal tersebut dapat berbeda sebab adanya idiolek yakni ciri khas kebahasaan pada masing masing orang.
Lagi, di era digital saat ini banyak aplikasi berbasis media digital yang digunakan untuk berkomunikasi. Salah satu fitur yang mulai berkembang adalah STICKER. Pernahkan kita mengartikan sebuah stiker dua tangan berdiri dan saling melekat sebagai tanda untuk mewakali kata terimakasih, atau mematuhi sebuah perintah? Atau juga sebuah stiker dengan senyum melengkung kebawah merupakan ungkapan dari Aku marah padamu. Atau juga stiker jempol sebagai ungkapan kata bagus, luar biasa, dll. Hal hal tersebut adalah satu ranah dimana bahasa sudah sangat disruptif dan dipengaruhi oleh banyak hal, bahkan bisa cukup terwakili hanya dengan gambar ekpresif dengan ukuran yang relative kecil.
Satu lagi, pernah tidak kamu (utamanya perempuan) sedang duduk sambil menunggu dosen memasuki ruang kelas, setelah menjalin obrolan kecil dengan orang disampingmu, kamu melihat sebuah kotak pensil yang tiba tiba dikeluarkan temanmu. Kotak pensil mungil dengan bulu halus berbentuk kotak warna pink, simple nan cantik. Sontak kamu berkata “Uh, lucu sekali”. Tentu kamu bukan bermaksud bahwa kotak pensil itu sedang melawak, bahkan kotak pensil itu juga bukan makhluk hidup. Apa yang kamu maksud lucu adalah bahwa kotak pensil itu sangat bagus, dan sangat imut.
Perkara diatas dibahas dalam satu ilmu bahasa yakni Sosiolinguistik. Sebuah cabang ilmu linguistik yang mengaitkan ungkapan dengan kehidupan sosial masyarakat, dan juga perkembangan bahasa yang terjadi di masyarakat juga daerah daerah.
Dua contoh cabang ilmu yang saya paparkan barusan tentu masih belum mawakili bidang bahasa yang sangat luas cakupannya. Apa yang hendak saya utarakan disini adalah, ada satu hal yang banyak orang tidak sadari ketika melangsungkan komunikasi, mereka seakan acuh dengan bahasa dan mengangapnya tidak penting. Padahal ketika bahasa tidak digunakan secara tepat yang terjadi adalah satu masalah yang berpotensi membawa dampak yang tidak disangka sangka, Bijak dalam berbahasa adalah upaya pelestarian mandiri serta wujud apresiasi atas bahasa itu sendiri. Sekian dan terimakasih.
Penulis merupakan mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.