almuhtada.org – Belakangan ini istilah healing semakin sering terdengar, terutama di kalangan generasi muda. Ucapan seperti “Aku nggak mau mikirin apa-apa dulu, mau healing aja!” kerap muncul ketika seseorang merasa lelah oleh rutinitas. Namun, pertanyaannya: apakah healing benar-benar penting, atau hanya menjadi dalih untuk menghindari tanggung jawab?
Secara sederhana, healing adalah upaya memulihkan diri dari rasa lelah, baik secara fisik maupun mental. Setiap orang memiliki caranya masing-masing, mulai dari bepergian, berkumpul dengan teman, menekuni hobi, hingga cukup beristirahat di rumah. Intinya, healing adalah waktu khusus yang diberikan untuk diri sendiri agar bisa kembali beraktivitas dengan lebih baik.
Sayangnya, banyak orang keliru memahami makna healing. Tidak sedikit yang menjadikannya alasan untuk bermalas-malasan atau menghindari kewajiban. Padahal, healing yang benar bukan berarti lari dari tanggung jawab. Healing justru tentang memberi jeda dengan batas yang sehat, mengetahui kapan harus berhenti sejenak, dan kapan harus kembali menunaikan tugas.
Dalam kajian psikologi, self-healing memiliki makna yang lebih dalam. Ia merupakan proses menyembuhkan luka batin atau tekanan emosional yang mengganggu keseimbangan hidup. Luka tersebut bisa timbul dari pengalaman buruk, masalah pribadi, atau tekanan pekerjaan. Dalam konteks ini, healing bukan sekadar bersenang-senang, tetapi juga sarana refleksi diri, berdamai dengan masa lalu, dan memperbaiki kualitas hidup.
Bentuk healing pun tidak selalu mahal. Banyak aktivitas sederhana yang bisa dilakukan, seperti membaca buku, menulis jurnal, berolahraga ringan, tidur cukup, atau mematikan notifikasi ponsel. Hal-hal kecil ini mampu membantu meredakan stres dan memberikan rasa lega. Namun, healing tetap harus dilakukan dengan bijak. Jika dijadikan dalih untuk menghindari tanggung jawab, healing justru dapat memunculkan masalah baru.
Di sisi lain, healing juga membawa banyak manfaat positif. Ia membantu menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan, hal yang kini semakin disadari oleh generasi muda. Kesadaran bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesuksesan karier menjadikan healing sebagai kebutuhan nyata. Dengan memberi ruang bagi diri sendiri, seseorang dapat kembali bekerja dengan fokus, semangat, dan produktivitas lebih baik.
Kesimpulannya, healing bukan sekadar tren atau gaya hidup, melainkan kebutuhan yang penting dalam kehidupan modern. Namun, healing harus dilakukan secara proporsional, bukan dijadikan alasan untuk melalaikan kewajiban. Dengan begitu, healing bisa benar-benar menjadi sarana pemulihan diri yang menguatkan mental, fisik, dan semangat dalam menghadapi tantangan ke depan. [] Hanum Aqilla Zehya