Almuhtada.org – Cicak adalah makhluk kecil yang akrab dengan kehidupan sehari-hari manusia. Ia sering muncul di dinding rumah, langit-langit, atau bahkan di dekat lampu saat malam hari. Sebagian orang merasa risih dengan kehadiran cicak. Namun, dalam sudut pandang Islam dan ekosistem, keberadaan cicak tidak bisa dianggap remeh. Ia punya peran penting yang jarang disadari banyak orang.
Allah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan tujuan. Tidak ada satu pun ciptaan-Nya yang sia-sia, sekecil apa pun makhluk itu. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
{وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالأرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلا ذَلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا}
Artinya : ‘’Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya secara sia-sia. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir.” (Shad: 27)
Cicak termasuk dalam bagian penting dari rantai makanan. Ia memangsa serangga kecil seperti nyamuk, semut, dan lalat. Sehingga kehadiran cicak dapat membantu mengurangi populasi serangga yang dapat menjadi hama bagi tanaman, vektor penyakit, atau mengganggu kebersihan rumah. Tanpa disadari, ia membantu menjaga kenyamanan dan kebersihan lingkungan rumah kita.
Dalam Islam, cicak juga memiliki kisah tersendiri yang menarik untuk diketahui. Ia disebut dalam hadis sebagai hewan yang meniup api saat Nabi Ibrahim AS dibakar oleh Raja Namrud. Diriwayatkan oleh Al Munawi dalam kitab Faidhul Qadir mengatakan, “Allah SWT memerintahkan untuk membunuh cicak memiliki sifat tercela, dimana dikisahkan ia meniup api yang membakar Nabi Ibrahim AS sehingga api tersebut semakin membesar”.
Dari kisah itu, Rasulullah SAW menganjurkan untuk membunuh cicak karena dianggap termasuk hewan fasik. Dalam hadits riwayat Muslim terdapat sebuah hadits yang menjelaskan beberapa keutamaan membunuh cicak.
مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِى أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِى الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِى الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ
Artinya, “Barang siapa yang membunuh cicak sekali pukul, maka dituliskan baginya pahala seratus kebaikan. Barang siapa memukulnya lagi, maka baginya pahala yang kurang dari pahala pertama. Barang siapa memukulnya lagi, maka baginya pahala lebih kurang dari yang kedua,” (HR Muslim).
Namun, anjuran untuk membunuh cicak tidak semata karena peran tersebut, melainkan karena dampak yang ditimbulkannya terhadap manusia.
Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa cicak termasuk dalam kategori al-hasyaratul mu’dzi atau hewan yang dapat menyakiti. Ia menyebut, “Para ahli bahasa mengatakan bahwa cicak dan tokek belang adalah satu jenis, sedangkan tokek belang merupakan jenis cicak yang besar. Para ahli bahasa sepakat bahwa cicak merupakan binatang yang menyakiti. Bentuk jamaknya adalah auzag dan wazghan. Nabi SAW memerintahkan dan menganjurkan untuk membunuhnya karena ia merupakan salah satu hewan yang bisa membuat sakit,” (Lihat Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Sahihi Muslim, Beirut, Dar Ihya’it Turats, 1392 H, juz 14, halaman 236).
Penjelasan ini diperkuat oleh Badruddin Al-Aini dalam Umdatul Qari
ويصير ذلك مادة لتولد البرص
“Cicak tersebut terdapat zat yang dapat menimbulkan penyakit kusta,” (Lihat Badruddin Al-Aini, Umdatul Qari Syarah Sahih Bukhari, Beirut, Dar Ihya Turats, tanpa tahun, juz XV, halaman 250).
Dengan demikian, argumen utamanya adalah bahwa cicak merupakan makhluk yang membahayakan manusia dari sisi kesehatan. Inilah yang menjadi dasar utama anjuran untuk membunuhnya, bukan karena unsur emosional atau dendam terhadap peristiwa Nabi Ibrahim AS semata.
Meski begitu, hikmah penciptaan cicak tetap harus direnungi. Sebab Allah tidak menciptakan makhluk dengan sia-sia. Setiap ciptaan Allah, termasuk cicak, memiliki makna dan manfaat tertentu. Melalui cicak, kita bisa belajar bahwa makhluk kecil sekalipun memiliki peran besar dalam ekosistem. Cicak mengajarkan kita untuk tidak meremehkan hal-hal kecil. Sebab, dari yang kecil bisa hadir hikmah dan pelajaran yang sangat berharga.
[]Fitri Novita Sari