Apakah Kita Sudah Adil? Coba Cermati Konsep dan Perspektif Keadilan dalam Islam!

Pemimpin yang memuji dan mengoreksi bawahannya secara adil(Sumber : Freepik.com)

almuhtada.org –Keadilan merupakan salah satu nilai dasar dalam Islam yang memandu setiap langkah umat muslim, baik dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, maupun lingkungan sekitar. Kata adil atau (dalam bahasa arab) ’Adl (عدل) berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya dengan benar, tidak lebih dan tidak kurang.

Dalam hal ini, keadilan melibatkan tiga dimensi penting, yaitu adil terhadap diri sendiri, orang lain, dan kepada Tuhan. Kemudian, keadilan dalam Islam bukan hanya tentang memberikan hak kepada yang berhak, tapi juga tentang menjaga proporsi dan keseimbangan dari hak dan kewajiban.

Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Maidah ayat 8 yang artinya:

”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-Maidah: 8)

Ayat di atas merupakan penegasan bahwa keadilan wajib ditegakkan sekalipun menghadirkan tantangan dan risiko diri. Selain itu, keadilan juga merupakan perwujudan dari penolakan perilaku ”tebang pilih”, keadilan berarti menerangkan apa adanya meskipun menguntungkan ’lawan’ atau merugikan saudara sendiri. Konsep ini tidak memandang siapa orangnya, hanya menerangkan apa adanya.

Baca Juga:  Agama sebagai apa sih? Apakah hanya sebuah identitas atau kepercayaan

Namun sayangnya, konsep keadilan ini sering kali bergeser dan tidak diresapi dengan baik, bahkan di lingkungan kecil seperti pertemanan. Penulis ingin mengajak kepada pembaca untuk sama-sama merenungi dan coba ingat kembali tindakan tegas atau teguran yang dilakukan, apakah semua itu sudah masuk ke dalam konteks adil?

Penulis sering kali menemui adanya pencampuran konteks sosial dalam sikap (yang seharusnya) adil ini. Misalnya, orang yang humble atau mungkin mudah beradaptasi dengan lingkungan (dan mungkin memiliki ”status sosial”, dalam hal ini anggap saja kakak tingkat) dengan orang yang kurang bisa beradaptasi (dan mungkin ”status sosialnya” tidak setingi itu, dalam hal ini anggap adik tingkat). Terkadang, teguran atau hukuman yang dikenainya berbeda tergantung orangnya (bahkan mungkin hanya dijadikan bahan bercandaan tanpa adanya teguran sama sekali).

Penulis tidak akan merincinya sedalam itu, dan ini juga bukan hanya tentang yang berwenang untuk melaksanakan ”keadilan”, tapi juga temasuk respon dari orang yang ada disekitarnya.

Maka, melalui tulisan ini, penulis hanya ingin sama-sama mengingatkan (termasuk kepada diri penulis) untuk terus berusaha dan menghayati konsep adil (dalam Islam) ini. Seperti firman Allah dalam potongan Q.S An-Nisa ayat 135 yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَۚ

Artinya: ” Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu.”

Marilah kita sama-sama terus berusaha untuk bisa berlaku adil, baik untuk diri sendiri, orang lain, maupun dalam hubungannya dengan Tuhan. Nabi Muhammad Saw. bersabda yang artinya:

Baca Juga:  Ada Pelangi Setelah Hujan Ada Keindahan Setelah Kesulitan

“Sesungguhnya orang-orang yang bersikap adil itu berada di atas mimbar-mimbar cahaya di sisi Allah, yaitu orang yang bersikap adil dalam menetapkan hukum terhadap keluarganya dan orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya”. (HR. Muslim).

Semoga kita semua selalu mendapatkan perlingungan-Nya untuk selalu berlaku adil dan bisa menjadi salah satu kaum muslim yang ikut menghayati dan melaksanakan keadilan. [Abian Hilmi]

 

Related Posts

Latest Post