almuhtada.org – Lebaran Idul Fitri bukan hanya sekadar tentang ketupat, opor ayam, atau baju baru. Ada salah satu tradisi yang selalu dilakukan setiap Idul Fitri yakni saling bermaafan satu sama lain. Tradisi tersebut mulai dari anak kecil hingga orang tua dengan mengucapkan “mohon maaf lahir dan batin” saat bersalaman.
Tapi, pernahkah terpikir mengapa harus maaf-maafan pas Lebaran? Apakah ini hanya tradisi atau ada makna tersendiri?
Sebenarnya, tradisi saling memaafkan ini bermula pada ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama.
Dari HR. Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda “Tidak halal bagi seorang Muslim untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari”. Arti dari kutipan hadist tersebut yaitu bahwa sangat dianjurkan untuk segera berdamai dan tidak menyimpan dendam satu sama lainnya. Momen Lebaran menjadi waktu yang tepat untuk memulai kembali hubungan yang lebih baik dengan keluarga, teman, atau bahkan orang yang pernah berselisih.
Selain itu juga, maaf-maafan saat Lebaran mencerminkan makna dari Idul Fitri itu sendiri yaitu kembali ke keadaan suci. Setelah sebulan berpuasa, tidak hanya membersihkan diri dari dosa dengan beribadah namun juga dari kesalahan terhadap sesama manusia. Dengan demikian jika memiliki masalah yang belum terselesaikan, momen Lebaran dapat menjadi kesempatan emas untuk memperbaiki hubungan.
Namun jangan sampai maaf-maafan ini hanya sekadar formalitas ya teman-teman. Mengucapkan “mohon maaf lahir dan batin” memang mudah, tapi yang lebih penting adalah benar-benar tulus dalam meminta dan memberi maaf. Jangan hanya sekadar mengikuti kebiasaan tanpa memahami esensinya. Karena sejatinya, memaafkan bukan hanya untuk orang lain tapi juga untuk kebaikan hati sendiri.
Jadi sudah siap untuk memaafkan dan dimaafkan di Lebaran kali ini? Jika masih terdapat hal yang mengganjal di hati, mungkin inilah waktunya untuk berdamai dan menyambut hari kemenangan dengan hati yang benar-benar bersih! Minal ‘Aidin Wal-Faizin, mohon maaf lahir dan batin. [Neha Puspita Arum]
Editor: Syukron Ma’mun