almuhtada.org – Dalam Al-Quran ada beberapa kata yang diterjemahkan menjadi tanah. Hal ini disebabkan sistem tanda dalam bahasa arab sangat kaya di mana satu signified (petanda) bisa ditandai oleh beberapa kata atau memiliki beberapa penanda (signifier).
Tanah sendiri muncul di dalam Al-Quran dengan kata yang memiliki konteks berbeda-beda, antara lain turab, shalshal, ardh, dan thin.
Kemunculan setiap dari kata itu bervariatif, tergantung relevansi konteks dengan bahasan yang ada di Al-Quran. Konteks yang dimaksud, sebagai berikut:
Tanah sebagai Bahan Penciptaan Manusia
Sebagaimana dalam Al-Mu’minun ayat 12-14 dijelaskan bahwasanya penciptaan manusia berawal dari saripati tanah.
Di sini kemudian tanah menjadi penanda dari kebesaran Allah Swt. dalam kuasanya membentuk individu yang begitu kompleks bahkan masih belum bisa dijelaskan oleh medis secara menyeluruh dari awal yang berupa saripati tanah.
Tanah sebagai Tempat Kehidupan
Di sini ‘tanah’ merupakan bumi yang di dalamnya terdapat sistem yang diatur sedemikian rupa oleh Allah Swt. di mana itu merupakan hamparan yang kemudian didatangkan hujan untuknya supaya mampu menghidupi.
Pemahaman ini dapat didapat di surat Al-Baqarah ayat 22.
Tanah dan Kebangkitan
Di ayat 33 dalam surat Yasin, tanah digambarkan sebagai media tempat tumbuhnya kehidupan.
Yang mana bahkan ketika media tersebut tandus sekalipun, atas seizin Allah, bisa menumbuhkan kehidupan lagi.
Dalam hal ini bisa menjadi perumpamaan bahwasanya Allah berkuasa atas bangkitnya segala sesuatu yang merupakan ciptaan-Nya.
Tanah sebagai Simbol Kerendahan Hati
Pemaknaan ini menjadi contoh bahwasanya bahasa itu berkembang (meski tidak disokong dengan bukti periode waktu) karena merupakan perluasan dari poin satu, yang mana membentuk pemahaman sifat anjuran yang diimplikasikan dalam frasa “dari tanah kembali ke tanah”.
Hal ini merupakan salah satu ajaran inti dalam Al-Quran yang tertulis dalam surat Al-Hajj ayat 5 yang mengingatkan manusia untuk senantiasa ingat kepada Yang Menjadikannya Ada dan asal usul keberadaannya.
Tanah dalam Konteks Kesucian
Hal ini bisa dilihat secara praktikal dalam pelaksanaan tayamum di mana tanah (debu halus) merupakan pengganti proses penyucian diri ketika keberadaan air tidak memungkinkan untuk melakukan wudu.
Beberapa poin di atas menjadi konteks yang bisa ditangkap oleh realitas kaum muslim ketika dihadapkan oleh kata tanah.
Internalisasi pemaknaan tersebut tentunya menjadi suatu kompleksitas dalam kehidupan bermasyarakat dengan keberagamannya karena ketika dihadapkan dengan masyarakat yang memiliki nilai yang bertentangan dapat menimbulkan kesalahpahaman.
Hal ini menjadi sangat dimungkinkan dalam pemahaman disiplin bahasa di mana satu penanda (signifier) dalam hal ini tanah mampu menandakan berbagai ide yang merupakan produksi mental dari suatu kelompok.
Dari sini, perlu kita pahami bahwasanya dalam keberagaman ini pengupayaan lebih terhadap nilai-nilai satu sama lain sebagai bentuk penghormatan yang secara bersamaan menimbulkan kecenderungan untuk rukun.[]Muhammad Irbad Syariyah











