Almuhtada.org – Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam dimana bukan sekadar ibadah, tetapi juga terkandung fungsi sosial dan spiritual.
Ia bukan sekadar kewajiban yang bersifat finansial, tetapi juga bentuk kepedulian kita terhadap sesama dan wujud rasa syukur kepada Allah SWT.
Zakat menjadi sarana penyucian harta dan jiwa sekaligus jembatan dari si kaya antara si miskin dalam menciptakan harmoni sosial.
Namun seiring dengan berkembangnya teknologi, muncul pertanyaan dan pernyataan baru di kalangan umat Islam seperti: bagaimana hukum membayar Zakat Lewat Aplikasi atau platform digital?
Apakah sah secara fiqih? Pertanyaan ini menjadi relevan karena mengingat pembayaran zakat tak dapat hanya dilakukan secara tradisional, tetapi juga secara online melalui berbagai platform yang sekarang sering digunakan untuk transaksi ataupun pembayaran.
Zakat di Dunia Digital
Tak dapat dielakan bahwa perkembangan teknologi finansial atau fintech membawa perubahan yang besar dalam berbagai bidang ataupun aspek kehidupan, termasuk dalam pelaksanaan ibadah.
Dahulu umat Islam membayar zakat dengan mendatangi langsung ambil atau lembaga zakat.
Kini hanya dengan membuka aplikasi di ponsel, zakat dapat ditunaikan dalam hitungan menit.
Berbagai lembaga zakat resmi seperti Baznas, Lazismu, Dompet Dhuafa, dan Rumah Zakat telah bekerja sama dengan aplikasi keuangan digital, bank syariah, hingga dompet elektronik untuk memudahkan pembayaran zakat.
Kemudahan ini tentu membantu masyarakat yang sibuk atau tinggal jauh dari lembaga zakat.
Namun, kemudahan tersebut juga menimbulkan kekhawatiran: Apakah zakat yang dibayarkan secara digital benar-benar sampai kepada penerima yang berhak (mustahik)?
Pandangan Fiqih tentang Pembayaran Zakat Online
Dalam hukum fiqih, sahnya zakat ditentukan oleh beberapa syarat utama, yaitu:
- Niat yang ikhlas, yakni niat menunaikan zakat karena Allah SWT.
- Kepemilikan dan nisab, yaitu harta yang dikeluarkan zakatnya benar-benar milik penuh dan telah mencapai batas minimal wajib zakat.
- Penyaluran kepada mustahik, yaitu zakat harus diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerima sebagaimana disebutkan dalam Surah At Taubah ayat 60.
Selama tiga unsur tersebut terpenuhi, maka cara penyerahan zakat baik secara langsung maupun melalui perantara tetap dianggap sah.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan telah mengeluarkan Fatwa Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan Teknologi Digital untuk Pengumpulan dan Penyaluran Zakat.
Dalam fatwa tersebut, MUI menyatakan bahwa pembayaran zakat melalui transfer bank, aplikasi, atau sistem online diperbolehkan, dengan ketentuan:
- Lembaga penerima zakat merupakan lembaga resmi dan terpercaya.
- Dana zakat benar-benar disalurkan kepada mustahik sesuai syariat.
- Muzakki (pembayar zakat) berniat zakat pada saat melakukan transaksi digital.
Dengan demikian, pembayaran zakat melalui aplikasi dinyatakan sah dan tidak bertentangan dengan hukum Islam, selama prosedurnya sesuai dengan ketentuan syariah.
Keuntungan dan Kehati-hatian dalam Zakat Digital
Pembayaran zakat melalui aplikasi digital membawa sejumlah manfaat, antara lain:
- Praktis dan efisien
Zakat dapat ditunaikan kapan pun dan dimana pun tanpa harus datang langsung ke kantor lembaga zakat.
- Transparan
Banyak aplikasi menyediakan laporan distribusi dana, sehingga muzakki dapat mengetahui ke mana zakatnya disalurkan.
- Tepat sasaran
Lembaga zakat digital umumnya memiliki data penerima yang valid serta bekerja sama dengan mitra lokal untuk memastikan zakat disalurkan dengan benar.
Namun, di sisi lain, umat Islam juga perlu berhati-hati. Perlu dipastikan lembaga zakat yang dipilih juga terdaftar resmi di Baznas dan diawasi oleh OJK.
Jangan mudah tergiur oleh platform yang tidak jelas asal-usulnya karena semakin berkembang nya dunia digital juga semakin rawan penipuan dan penyalahgunaan .
Perlu diingat prinsip amanah tetap menjadi hal utama dalam urusan zakat.
Zakat di era digital menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang fleksibel dan adaptif terhadap perubahan zaman, selama prinsip-prinsip syariat tetap dijaga.
Membayar zakat melalui aplikasi digital hukumnya adalah sah, asalkan dilakukan dengan niat yang benar, melalui lembaga terpercaya, dan disalurkan kepada mustahik yang sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an.
Dengan memanfaatkan teknologi, zakat dapat menjadi lebih mudah, cepat, dan transparan.
Hal ini membuktikan bahwa agama dan teknologi dapat berjalan berdampingan demi tercapainya kemaslahatan umat.
Di tengah arus digitalisasi, zakat tidak kehilangan makna sucinya ia malah justru semakin dekat dengan kehidupan umat Islam modern yang ingin tetap taat dan peduli kepada sesama.[]Nafis Naufal Al Bana