Demonstrasi dalam Perspektif Agama Islam

Ilustrasi tangan mengepal simbol perlawanan (pinterest.com-almuhtada.org)

Almuhtada.org- Bentuk tindakan ini kini sedang menyelimuti Indonesia. Kasus pemicu yang beragam seperti naiknya gaji dan tunjangan untuk DPR, oknum aparat yang melindas pengemudi ojek online hingga tewas, serta beberapa kebijakan pemerintah lainnya yang kontroversial.

Kebijakan-kebijakan tersebut dinilai rakyat telah menyimpang dari sistem demokrasi di Indonesia.

Kebijakan itu kemudian membuat rakyat melakukan aksi demonstrasi sebagai bentuk protes kepada penyelenggara kebijakan.

Meski begitu, tak sedikit yang melakukannya mengarah kepada sikap anarkis. Lalu bagaimanakah cara kita selaku kaum mayoritas dalam menyikapi fenomena ini?

Dalam islam, demonstrasi bukanlah hal yang eksplisit dibahas Al-Qur’an dan hadits.

Hal tersebut disebabkan karena demonstrasi merupakan produk baru seiring perkembangan zaman. Demonstrasi yang kini kian marak terjadi menimbulkan pertanyaan, sebab aksi unjuk rasa itu terkadang melebihi kapasitasnya sebagai bentuk protes untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran.

Lalu bagaimanakah perspektif islam mengenai demonstrasi?

Ada dua pendapat para ulama mengenai fenomena ini:

1. Ulama yang tidak memperbolehkan

Kelompok ulama yang tidak memperbolehkan demonstrasi atau unjuk rasa adalah ulama yang mengatasnamakan kelompok salafi, seperti Syeikh Nasaruddin Al bani, Syeikh Muhammad bin Shaleh Al- Utsaiminm, Syeikh Abdul Aziz bin Baz, dan lainnya.

Mereka berpendapat bahwa aksi demonstrasi tidak dicontohkan oleh para nabi dan sahabat.

Tindakan tersebut juga dinilai melakukan pemberontakan (bughat) kepada pemerintah dan hal itu dilarang dalam agama islam, serta dianggap tsyabbuh dengan orang-orang kafir.

Baca Juga:  Perspektif Islam Tentang Selalu Merasa Unggul Dari Orang Lain

Syeikh Abdul Aziz bin Baz juga menambahkan bahwa hal tersebut merupakan penyebab musibah, kejelekan, dan kebencian antar sesama manusia dan memicu terjadinya permusuhan bahkan pertumpahan darah antar sesama.

Ia melanjutkan bahwa cara yang seharusnya dilakukan ialah dengan menyampaikan surat, berdakwah sesuai dengan jalan yang sudah diatur dalam syari’at agama islam.

2. Ulama yang memperbolehkan

Ulama kontemporer mengambil langkah untuk melihat fenomena ini dalam pandangan maqoshidus syari’ah (tujuan-tujuan syari’at), amar ma’ruf nahi mungkar, serta kemaslahatan umat.

Demonstrasi harusnya diniatkan untuk amar ma’ruf nahi mungkar, karena Islam jelas memerintahkan agar kita berlomba melakukan kebaikan dan berusaha mencegah kemunkaran.

Ulama-ulama kontemporer ini diantaranya adalah Dr. Yusuf Al- Qardhawi, Dr. Salman Al-Audah, Dr. Muhammad Shaleh Al -Manjid dan lainnya.

Mereka yang memperbolehkan dengan mempertimbangkan anjuran untuk amar ma’ruf nahi mungkar, bahkan perintah ini ada dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW.

Allah Swt berfirman dalam surah Ali Imran ayat 104:

لْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنْ الْمُنْكَرِ وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS:Ali Imran: 104).

Mereka menalar bahwa dari ayat tersebut adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran.

Baca Juga:  Budaya Main Hakim Sendiri oleh Masyarakat Kita dan Perspektif Islam dalam Memandangnya

Demonstrasi dinilai menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membangkitkan rasa amar ma’ruf nahi mungkar.

Bahkan perbuatan ini bisa menjadi wajib berdasarkan kaidah ma la yatimmu wajib illa bihi fa huwa wajib (sesuatu yang menjadi media terlaksananya sebuah kewajiban maka ia menjadi wajib).

Kedua pendapat itu sama-sama memiliki landasan berpikir yang kuat.

Demonstrasi dapat menjadi hal yang tidak diperbolehkan apabila sudah berada dalam ranah anarkis, dan lebih banyak menimbulkan mafsadat daripada maslahatnya.

Namun, ia juga dapat berubah menjadi boleh bahkan wajib apabila dilakukan sesuai pada tujuannya dan tidak menimbulkan banyak mafsadat.[Khoirul Umam]

Related Posts

Latest Post