Tadarruj dalam Tahsin: Mengajarkan Al-Qur’an dengan Penuh Hikmah dan Bertahap

Gambar seseorang yang sedang mempelajari Al-Qur’an (Freepik.com-almuhtada.org)

almuhtada.org – Belajar membaca Al-Qur’an merupakan salah satu perjalanan yang penuh harapan bagi seorang muslim. Namun, perjalanan itu tidaklah mudah, apalagi ketika seorang guru terlalu menuntut sesuatu yang belum mampu mereka capai.

Hal ini bisa menjadi salah satu tantangan dalam mempelajari tahsin . Karena, saat ini ada beberapa guru yang terlalu fokus pada kesalahan-kesalahan kecil yang seharusnya belum menjadi prioritas bagi murid mubtadi’ (pemula).

Pada dasarnya, dalam mempelajari Al-Qur’an, terdapat tingkatan-tingkatan ilmu yang harus dikuasai secara bertahap. Inilah konsep tadarruj , yang membimbing secara bertahap sesuai dengan kemampuan muridnya. Ketika Rasulullah mengajar para sahabatnya, beliau menerapkan konsep ini, melakukannya dengan penuh hikmah, sabar, dan tidak bersantai dengan banyak penegtahuan. Ibnu Qayyim juga menyebutkan bahwa “Seorang guru/pendidik yang baik adalah mereka yang menggerakkan manusia darinya

satu tingkat ke tingkat berikutnya secara perlahan dan bersantai tanpa kemampuan murid di luar”

Ibnu Qayyim juga menyebutkan bahwa “Seorang guru/pendidik yang baik adalah mereka yang memindahkan manusia dari satu tingkat ke tingkat berikutnya secara perlahan dan tanpa membebani murid di luar kemampuannya”.

Tidak jarang kita menemukan beberapa persoalan dalam tahsin seperti, seorang murid yang belum mampu membedakan antara huruf sin dan sedih, tetapi gurunya sudah menuntut kesempurnaan sifat huruf seperti siddah dan hams .

Murid yang masih salah panjang pendeknya, namun yang ditegur justru bagian tafkhim dan tarqiq yang bagi para pemula masih cukup sulit dikontrol. Ada juga murid yang baru mengenal makhraj tetapi diminta untuk memperbaiki suara yang bahkan sebagian pembelajar tingkat lanjutan pun belum tentu menguasai.

Baca Juga:  Keutamaan Zakat Fitrah: Membersihkan Diri dan Menebar Kebaikan

Kondisi seperti ini bukan hanya tidak efektif, tetapi bisa menurun dan semangat murid. Mereka merasa minder, tidak mampu dan akhirnya malas melanjutkan belajar Al-Qur’an.

Allah sendiri menegaskan bahwa Al-Qur’an itu mudah untuk dipelajari. Dalam surat Al-Qamar ayat 17, Allah berfirman:

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا ٱلْقُرْءَانَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍۢ

“Dan sungguh, sudahkah Kami mudahkan Al-Qur`an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?”

Ayat ini bisa menjadi pengingat bagi para guru tahsin bahwa tugas mereka bukanlah kesejahteraan, tetapi memudahkan. Bukan menjadikan murid takut salah, tetapi untuk menumbuhkan rasa cinta kepada Kalamullah

Ketika murid didengarkan, dihargai dan diberi ruang untuk berkembang, mereka akan lebih siap belajar memperbaiki kesalahan-kesalahannya. Namun, jika sejak awal mereka merasa tertekan, maka akan sulit mampu bertahan dalam perjalanan panjang belajar Al-Qur’an.

Mengajar tahsin adalah perpaduan antara ilmu yang kuat, empati, dan konsisten. Guru perlu memahami kemampuan murid, memulai dari kesalahan besar yang berpengaruh pada makna, dan secara perlahan meningkatkan standar ketika murid sudah siap. Dengan pendekatan penuh hikmah seperti ini, murid bukan hanya memperbaiki bacaan, tetapi juga membangun hubungan yang nyaman dan penuh cinta dengan Al-Qur’an.

Dengan pendekatan penuh hikmah seperti ini, murid bukan hanya memperbaiki bacaan, tetapi juga membangun hubungan yang nyaman dan penuh cinta dengan Al-Qur’an. [] Sahrul Mujab

Baca Juga:  Pentingnya Belajar Tahsin Al-Qur'an untuk Merajut Keberkahan

Related Posts

Latest Post