Ketika Hati Menjadi Cermin: Rahasia Kehidupan yang Kerap Kita Abaikan

Ilustrasi seorang mahasiswa yang sedang duduk sendiri menatap cahaya matahari di sore hari melambangkan perjalanan jiwa mencari kejernihan. (Sumber: Dokumen Pribadi - almuhtada.org)

almuhtada.org – Ada saat-saat tertentu dalam hidup ketika langkah kita tiba-tiba melambat dari biasanya, seolah-olah ada tangan tak terlihat yang menahan pundak kita.
Di tengah padatnya kegiatan perkuliahan di kampus dengan berbagai macam tumpukan tugas yang tiada habisnya, dan juga ambisi cita-cita, kemudian ekspektasi keluarga, dan juga bayangan masa depan yang diri kita sendiri belum tau.
Dan pada saat itulah kita mulai menyadari satu hal yang selama ini tidak kita anggap penting, bahwa keadaan hati kitalah yang menentukan arah seluruh hidup kita di dunia ini, bukan hanya sekadar tumpukan prestasi, gelar, dan juga tepuk tangan manusia saja.

Baca Juga:  Mengenql Karima al-Marwaziyya, Sosok Penting dalam Ilmu Hadis

Namun, jauh di balik semua itu ternyata ada sesuatu yang sering kita abaikan: keadaan hati kita sendiri. Berikut Penjelasannya:

Pertama, Ketika Diri Kita Tidak Sadar Sedang Menganiaya Diri Sendiri

Kita sebagai manusia lebih sering memahami suatu kezaliman hanya sebagai bentuk tindakan menyakiti orang lain saja. Padahal, kezaliman yang paling halus justru terjadi ketika kita secara tidak sadar melukai diri sendiri dengan pelan-pelan, tanpa suara tapi menghanyutkan.
Contoh sederhananya mungkin saja saat kita secara memaksakan diri mengejar validasi dan juga pujian, akan tetapi kita mengabaikan niat baik kita dengan penuh keikhlasan.
Itulah kezaliman yang paling senyap dan paling menyakitkan tanpa kita sadari selama ini.
Allah Swt. mengingatkan kepada bahwa manusia yang “menganiaya diri mereka sendiri”, bukan berarti karena Allah Swt. tidak sayang kepada kita, akan tetapi karena kitalah yang menutup pintu rahmat itu dengan tangan kita sendiri.
Hati kita, yang seharusnya lembut selembut kapas, tiba-tiba mengeras seperti batu. Dan dari batu yang keras, bagaimana bisa tumbuh sebuah bunga kebaikan? Benar begitu bukan

Kedua, Ketika Kita Menyakiti Sesama Tanpa Kita Sadari

Kemudian ada bentuk kezaliman yang kedua yaitu ketika kita menyakiti orang lain dengan cara yang kadang kita anggap sepele namun menyakitkan. Kadang bukan karena diri kita benci, tetapi karena diri kita ini lalai dan terlena.
Misalnya saja seperti saat kita mengabaikan teman yang butuh untuk didengar, kemudian ketika kata-kata lewat lisan kita melukai orang lain tanpa disengaja. Ataupun ketika kita merasa sedikit lebih unggul dari orang lain, lalu kita tanpa sadar meremehkan yang lain.
Di sinilah rahasia besar sunnatullah bekerja yakni “setiap luka yang kita berikan akan kembali kepada kita, baik itu dalam bentuk kesulitan hidup, bisa jadi kegelisahan batin, ataupun kehilangan keberkahan dalam hidup.
Hal itu bukan karena Allah Swt. marah kepada kita, akan tetapi karena Allah Swt. sedang mendidik hati kita agar kembali kepada kelembutan.

Ketiga, Ketika Kita Cemburu Melihat Kebahagiaan Yang Diperoleh Orang Lain

Coba sekarang renungkan pernahkah kita merasa hati ini mengeras ketika melihat teman sendiri atau orang berhasil?, maka perasaan itulah seperti duri kecil-kecil, tapi menancap dalam di dalam hati kita.
Sifat cemburu jika tidak kita kendalikan maka akan membuat hati kita akan mudah berkarat.
Apabila kondisi itu kita biarkan begitu saja, bisa jadi rahmat Allah Swt. akan sulit masuk, sebab rahmat-Nya hanya turun ke hati yang lapang seperti halnya ladang gembur yang siap ditanami tumbuhan dan tanaman yang akan menghasilkan buat kebaikan.
Maka dari itu, sikap saling memaafkan satu sama lain, kemudian merelakan, dan juga ikut merasakan kebahagiaan atas nikmat orang lain itu bukanlah perkara remeh temeh, akan tetapi itu menjadi pembersih hati kita dari berbagai macam penyakit hati.

Keempat, Sunnatullah Balasan Sebuah Kezaliman, Ketika Hidup Mengembalikan Apa yang Kita Tebar

“Kebaikan akan kembali kepada pelakunya, dan juga keburukan pun demikian.”
Maka Inilah hukum kehidupan yang tidak akan pernah meleset sedikitpun.
Apabila kita menanam keegoan didalam diri kita, maka yang kita akan menuai kesepian.
Apabila kita menanam kebohongan dalam setiap ucapan dan juga tindakan kita, maka kita akan menuai keraguan dalam hidup kita.
Apabila kita menanam luka pada hati dan diri orang lain, maka kita akan menuai luka juga dengan cara yang tidak pernah kita sangka-sangka.
Namun apabila kita menanamkan rasa kasih sayang dalam hidup kita, maka kita akan menuai ketenangan dalam setiap langkah hidup kita walaupun di tengah badai kehidupan ini.
Kemudian apabila kita menanam kebaikan, maka kita akan menuai kehangatan didalamnya.
Dan apabila kita menanam rahmat sebagai bentuk rasa kasih sayang, maka rahmat itulah yang akan kembali kepada kita pada saat kita benar-benar membutuhkannya.

Kelima, Refleksi Sebagai Mahasiswa Sekaligus Mahasantri

Sebagai seorang mahasiswa ataupun mahasantri, seringkali kita merasa hidup di panggung dunia ini seperti perlombaan panjang yang tiada hentinya selama kita hidup di dunia ini.
Semua orang berlari, semua orang mengejar, dan semua orang ingin menjadi yang paling bersinar dari orang lain. Akan tetapi di antara semua hal itu, kita kadang lupa bahwasanya Allah Swt. tidak melihat siapa yang paling cepat atas itu semua melainkan siapa yang paling benar arah lari kembali kepada-Nya.
3 hal yang seringkali kita lupa bahwa nilai yang bagus bukan apa-apa tanpa adanya sifat dan sikap yang jujur, kemudian prestasi bukan apa-apa tanpa adanya adab (sopan santun, akhlak mulia, dan cara membawa diri) serta ilmu bukan apa-apa tanpa adanya ketundukan hati.

Penutup

Pada akhirnya, hidup kita di dunia ini hanyalah perjalanan pendek kembali menuju Allah Swt.
Dan selama panjang perjalanan hidup itu, hati kita inilah yang menjadi cermin-cermin yang memantulkan siapa diri kita yang sebenarnya.
Maka dari itu marilah mulai sekarang kita bertanya kepada diri kita masing-masing:
“Siapa yang telah aku zalimi. Apakah diri kita sendiri, orang lain, atau kah hati kita sendiri?” Dan “apakah kita sudah menebarkan rasa kasih sayang dan juga rahmat Allah Swt. hari ini?”
Jika belum selama ini, maka tidak apa-apa. Kita bisa mulai dari sekarang dari hal-hal sederhana yaitu senyuman, memaafkan, dan mendoakan dalam kebaikan.
Semoga dari kebaikan kecil yang mungkin tidak dilihat oleh siapapun, akan tetapi sejatinya dilihat oleh Allah Swt. dan itu cukup.
Semoga kita menjadi hamba yang hatinya lembut, larinya lurus, dan jalannya terang.
Aamiin. [ALFIAN HIDAYAT]

Related Posts

Latest Post