almuhtada.org – Sejak kapan kamu berpikir seperti itu? Seberapa lama kamu menderita atas jeratan hukum dunia? Pasti melelahkan, tidak hanya kamu tapi semua orang juga lelah dengan dunianya masing-masing. Kecil kemungkinan kamu bisa bangkit jika kamu mengikuti naluri nafsumu sendiri. Menyudahi apa yang sudah disudahi bukan melanjutkannya hingga mendapat kelanjutan dari yang sudah kamu berhentikan.
Menunggu yang sesuatu yang fana adalah sesuatu yang terbilang tidak bernalar dan tidak punya otak. Dihina, dicaci maki, difitnah, mendapat semua cobaan dari cobaan jiwa, harta, makanan, buah-buahan, kalaparan, dan ketakuanyanh tak kunjung tuntas, khawatir akan masa depan. Berpikir terus seperti demikian, tidak akan pernah selesai. Kamu merasa pusing, pikiran mu berantakan, ingin mengucapkan ini tapi keluarnya itu, sifat yang dulunya baik mulai memudar dan tertutup oleh sifat yang sedikit menakutkan. Kamu tidak sadar akan kehadiran kepribadian lain, dia lebih kejam dari manusia, dia juga lebih hina dari manusia. Dia tidak peduli dengan tubuhmu, terus merusak dan merusak, menghancurkan semua yang kamu inginkan. Ketakutan terus menghantuimu, dia tidak bisa kamu kendalikan dengan penuh. Selama kamu masih menerima dan menghayati rasa takut itu, kamu akan susah lepas dari kepribadian itu. Dia kejam, bahkan berpikir untuk bunuh diri itu sangatlah mudah dan bisa dilakukan sekarang bahkan mencoba membunuh, menyiksa, memutilasi orangpun dia tidak takut dan tidak bergetar. Dia tidak punya hati juga tidak punya nurani.
Kemarahan terus terluap bak sumur kecil, menunjukan ekspresi yang tidak pernah biasa ditunjukkan saat faktor ketakutan itu muncul. Seperti halnya takut akan suara, takut akan ketinggian, takut akan tatapan mata, takut akan orang besar, takut akan sesuatu hal yang mungkin belum diidentifikasi secara logika. Selama semua hal tersebut hadir pada orang yang memiliki ketakutan itu, orang tersebut akan membela diri mencoba menjauh, atau bahkan bisa saja emosi marah yang bertumpah -tumpah. Ada yang bisa menahan nya tapi diluapkan dengan hal lain sehingga tidak merugikan sekitar, dia orang yang sudah sadar akan masa depan dirinya, namun masih sulit menemukan jati diri dan lepas dari ketakutan.
Kembali lagi, semudah kalimat “ingin mati” kamu ucapkan itu, apa kamu bisa menanggungnya? Berapa banyak yang kamu korbankan saat kamu masih hidup jika kamu berhenti di tengah-tengah. Apa kamu sudah muak? Sudah tidak sanggup? Rasa takutmu semakin besar? Tidak bisa melakukannya? Kenapa kamu masih berpikir seperti halnya demikian?
Kemana dirimu yang dahulu ceria, aktif, punya potensi dari bidang yang diminati, tapi kamu memilih untuk berhenti karena takut. Jika itu pilihanmu apa kamu bisa bertanggung jawab olehnya?
Siapa yang susah, siapa yang memberimu kelangsungan hidup, siapa yang sudah bersusah payah sampai titik terendah pun dia jalani? Siapa lagi kalau itu adalah orang tuamu dan dirimu sendiri yang secara tidak sadar masih melanjutkan hidup diatas jeruji tajam. Kamu sudah sampai sini, sudah sejauh ini, tidak semua orang yang bisa sampai sini. Gerbang kemenangan tinggal beberapa langkah lagi, meski jauh tapi jika masih konsisten berjuang pasti akan dekat dan sampai. Bagaiamana? Apa berubah pikiran? Atau masih menunggu sesuatu yang fana?
Janganlah kepribadian asing terus menerus mengambil alih, buatlah kepribadian aslimu menonjol, tapi jika kepribadian aslimu hampa maka apa yang harus dilakukan, membuat kepribadian baru sampai ribuan dan ratusan kepribadian terbentuk sebagai uji coba, sampai kepribadian yang diinginkan muncul. Dan efek sampingnya kepribadian yang tersisa adalah gangguan dan kebiasaan yang buruk. Sekali lagi semudah itukah kamu berkata “ingin mati”. Sadarkah kamu jika itu adalah kata pilihan yang buruk, maka janganlah kamu berpikir untuk melakukannya seperti semudah yang kamu ucapkan. Tetap jadi diri sendiri dan jaga dengan baik dirimu atas segala yang yang kamu curahkan pada jalanmu.[] Ngafif Fatah Damawan