Syarat Diterimanya Ibadah: Apa Saja?

Ilustrasi orang yang beribadah (pinterest.com-almuhtada.org)

almuhtada.org- Dalam ajaran Islam, ibadah merupakan sarana utama seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Setiap bentuk ibadah, baik yang bersifat ritual, maupun ibadah umum memiliki nilai tersendiri di sisi Allah. Namun, nilai itu tidak otomatis diterima begitu saja.

Allah Swt. menetapkan syarat tertentu agar amal yang dilakukan seorang hamba benar-benar bernilai sebagai ibadah yang sah.

Para ulama sepakat bahwa ada dua syarat pokok diterimanya ibadah, yaitu ikhlas dan ittiba’ kepada Rasulullah Saw.

Pertama yaitu Ikhlas. Ikhlas berarti memurnikan niat hanya untuk Allah, tidak mencari pujian manusia, keuntungan duniawi, atau tujuan lain selain ridha-Nya.

Ikhlas menuntut seorang hamba untuk menjauhkan diri dari sifat riya dan sum’ah, sehingga amal yang dilakukan benar-benar murni karena Allah.

Allah SWT juga memerintahkan para hamba-Nya untuk beribadah dengan ketulusan hati, seperti firman-Nya dalam QS. Al-Bayyinah: 5

 

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

“Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar).”

 

Ketika seseorang beribadah dengan ikhlas, ia tidak bergantung kepada penilaian manusia.

Ia merasa cukup dengan pandangan Allah terhadap amalnya, sehingga ibadah yang dilakukan menjadi lebih tenang, murni, dan jauh dari penyakit hati seperti riya dan sum’ah.

Baca Juga:  Memaksimalkan Amalan di Ramadan Terakhir

Ikhlas juga membuat seorang hamba terus istiqamah dalam beribadah, baik ketika dilihat manusia maupun ketika sendirian, karena tujuan utamanya bukan manusia, melainkan Allah Swt.

Syarat kedua dalam diterimanya ibadah adalah ittiba’, yaitu mengikuti tuntunan Rasulullah Saw. dalam aturan dan tata cara ibadah.

Islam datang dengan aturan yang jelas; setiap ibadah memiliki cara yang telah ditetapkan.

Karena itu, seorang Muslim tidak boleh membuat-buat ibadah baru atau mengubah tata cara yang telah diajarkan Rasulullah Saw.

Allah Swt. berfirman di dalam Al-Qur’an surat Al- Hasyr: 7, yaitu:

 

وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”

 

Pada ayat tersebut, kalimat terakhirnya menjelaskan bahwa bentuk tegas dari Allah Swt. adalah dengan ancaman bagi siapapun yang beribadah tanpa mengikuti tuntunan Rasulullah Saw., maka akan di adzab dengan keras.

Hal tersebut menjelaskan bahwa tidak ada spekulasi dalam hal ibadah.

Ibadah yang kita lakukan harus mengikuti tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.

Maka dapat disimpulkan bahwa dua syarat utama agar ibadah seorang hamba kemungkinan diterima oleh Allah Swt. adalah dengan ikhlas menjalankan ibadah tersebut semata-mata karena mengharapkan ridho Allah Swt. dan melakukannya dengan tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.[]Khoirul Umam

Baca Juga:  Menjaga Iman, Diri, dan Kehormatan di Waktu Safar

Related Posts

Latest Post