Almuhtada.org – Imam Syafi’i merupakan salah satu ulama besar yang terkenal dengan kecerdasannya. Beliau memiliki banyak murid, salah satunya bernama Rabi’ bin Sulaiman al-Muradi.
Rabi’ merupakan murid yang sangat tekun dalam menuntut ilmu. Namun, ia sering merasa kesulitan dalam memahami pelajaran yang disampaikan oleh Imam Syafi’i.
Meskipun ia berusaha keras dalam menghafal, memahami dan mengulang pelajaran, kemampuan memahaminya tetap lambat dibanding dengan murid yang lain, sehingga ia dikenal sebagai murid yang sangat lemot dalam belajar.
Diceritakan dalam kitab Thabaqat al-Syafi’iyyah al-Kubra, setiap kali imam syafi’i menjelaskan pelajaran, Rabi hanya bisa mengatakan bahwa ia belum paham dan hal itu bukan hanya terjadi sekali, tapi berkali-kali.
Setiap kali ia ditanyai kembali mengenai pelajarannya, jawabannya tetap sama “belum paham.” Kemudian Imam Syafi’i kembali menjelaskan pelajaran tersebut, bahkan sampai 40 kali namun Rabi belum juga paham.
Meskipun begitu Imam Syafi’i tidak pernah marah ataupun merasa kesal dengan muridnya, Imam Syafi’i selalu sabar dan selalu mengulang pelajaran yang sama berkali-kali.
Suatu hari karena merasa malu dan tidak enak dengan Imam Syafi’i, Rabi’ keluar meninggalkan majelis.
Mengetahui hal tersebut, Imam Syafi’i memerintahkan Rabi’ untuk menemuinya malam itu, Rabi’ pun datang ke rumah Imam Syafi’i malam itu.
Imam Syafi’i mengajari Rabi’ dan mengulang kembali pelajarannya. Namun, jawaban Rabi tetap sama, “belum paham”.
Meskipun begitu, Imam Syafi’i tidak pernah berputus asa dan tidak memarahi Rabi’. Hingga pada akhirnya Imam Syafi’i berkata pada Rabi’, “Muridku, sebatas inilah kemampuanku mengajar.”
Jika masih belum paham, maka mintalah pada Allah, karena dia-lah yang memberi ilmu. “Kalau ilmu yang aku ajarkan ini seperti sesuap makanan, pasti aku akan suapkan langsung ke mulutmu”.
Mendengar nasihat tersebut, sejak saat itu Rabi selalu berdoa dan tidak pernah berhenti memohon pada Allah. Ia terus belajar dan berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.
Hingga pada akhirnya doa dan usahanya tidak sia-sia, Rabi’ bin Sulaiman pun dikenal sebagai salah satu ulama besar madzhab Syafi’i.
Kisah ini mengajarkan bahwa dalam menuntut ilmu diperlukan kesabaran, ketekunan dan kerendahan hati. Tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama dalam memahami suatu pelajaran.
Karena pintu ilmu bukan hanya soal cepat atau lambatnya otak dalam memahami, tetapi juga butuh kelapangan dan kerendahan hati. []Nur Laila Fithriani.











