Almuhtada.org – Dewasa ini kita sering kali dituntut untuk terus mengikuti arus zaman. Semua orang sibuk mengejar pencapaian, sampai lupa pada hal-hal sederhana di sekitarnya. Kita bisa hafal teori, pandai berbicara, bahkan tampak sempurna di media sosial. Namun, apakah semua itu membuat kita benar-benar menjadi manusia dalam makna yang sesungguhnya?
Padahal, sejak awal manusia sudah dimuliakan oleh Allah. Tapi entah kenapa, semakin maju dunia, kita justru sering kehilangan arah. Allah berfirman bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kebaikan yang dimaksud bukan hanya tentang fisik, melainkan tentang hati dan akhlak. Tentang kemampuan merasakan, memahami, dan berbuat dengan nurani yang jernih. Namun, di kehidupan sekarang, kesuksesan sering diukur dari angka, bukan dari hati. Ilmu kehilangan adab, ibadah kehilangan makna, dan kerja kehilangan keikhlasan. Semua ini perlahan menjauhkan manusia dari fitrahnya.
Menjadi manusia berarti tidak merendahkan orang lain hanya karena perbedaan dan tidak membiarkan hati membatu saat melihat penderitaan orang lain. Menjadi manusia berarti berbuat baik bukan karena ingin dipuji, tapi karena sadar bahwa Tuhan selalu melihat. Tidak apa-apa jika kita dipandang buruk oleh manusia, selama kita tidak buruk di hadapan Tuhan. Orang lain mungkin bisa salah paham, salah sangka, bahkan salah menilai. Itu wajar. Kita tidak bisa mengatur cara mereka memandang kita, tapi kita bisa mengendalikan bagaimana kita bersikap saat menghadapi itu.
Menjelaskan diri kepada semua orang bahwa kita tidak seperti yang mereka sangka sering kali hanya membuang waktu. Lebih baik terus melangkah dengan niat baik, dan perlahan meninggalkan hal-hal yang tidak perlu. Karena pada akhirnya, waktu akan menunjukkan kebenaran, dan kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Kalimat itu sederhana, tapi terasa begitu nyata. Di saat banyak orang sibuk membuktikan dirinya, cobalah fokus untuk tumbuh, berproses, dan memperbaiki diri.
Kita tidak perlu menjadi sempurna untuk disebut manusia yang baik. Cukup berusaha untuk tidak menyakiti, untuk terus belajar memahami, dan menjaga hati agar tetap hidup. Belajar menjadi manusia bukan soal banyaknya ilmu, tapi soal keberanian untuk jujur pada diri sendiri. Tentang mengakui kesalahan, meminta maaf, memaafkan, dan tetap berbuat baik meski tak dihargai.
Ingatlah, mereka yang menyukaimu akan menunggu keberhasilanmu, sementara yang tidak menyukaimu sudah menunggu kejatuhanmu. Maka bertahanlah. Jadilah manusia yang tetap tenang, bukan karena segalanya mudah, tapi karena hatimu tahu arah. Tidak perlu berlomba menjadi yang paling benar, cukup berusaha menjadi yang paling tulus. Sebab pada akhirnya, ukuran sejati seorang manusia bukan dari apa yang ia miliki, tetapi dari bagaimana ia memperlakukan sesamanya.
Dan mungkin, menjadi manusia bukan tujuan akhir, melainkan perjalanan panjang yang harus terus dipelajari setiap hari. Selama kita masih mau memperbaiki diri, masih mau mendengar, dan masih mau belajar untuk memahami sesama, maka di situlah kita sedang tumbuh.[] Ahmad Firman Syah











