Tentang Diri Sendiri, yang Ternyata Musuh Terberat untuk Bertarung Melawannya

Ilustrasi orang yang sedang melawan diri sendiri (Pinterest.com - Almuhtada.org)

almuhtada.org – Berubah menjadi pribadi yang lebih baik ternyata tidak semudah teori yang sering kita dengar di majelis atau seminar motivasi. Misalnya mulai dari hal kecil, seperti keinginan untuk rutin bangun di sepertiga malam, sudah menjadi perjuangan yang luar biasa.

Hari pertama, saya gagal. Hari kedua, masih telat. Hari ketiga, sempat bangun tapi hanya duduk diam, merinding memikirkan betapa lemahnya diri ini. Hari keempat? Kembali lagi malas.

Semangat berubah seolah hanya bertahan beberapa jam saja, sisanya hanyalah pertarungan sengit antara niat dan bisikan-bisikan yang melemahkan.

Kemudian ketika mulai rajin ke masjid, mengganti pakaian menjadi lebih syar’i, dan berusaha tampil sesuai nilai-nilai Islam, komentar mulai berdatangan. Bahkan terkadang bukan dari orang asing, melainkan dari teman dekat sendiri. “Kamu kenapa sih, tiba-tiba rajin banget? Penampilanmu kok jadi beda? Jangan-jangan kamu ikut-ikut aliran radikal ya?”

Inilah titik terberat dalam perjalanan perubahan. Bukan hanya harus bertarung dengan ego dan kemalasan dalam diri, tapi juga harus menerima kenyataan bahwa orang-orang terdekat belum tentu memahami perjuangan ini.

Rasanya seperti berjalan sendiri, menempuh jalan terjal tanpa banyak teman seperjuangan. Keinginan untuk menyerah sering kali muncul, menggoda untuk kembali ke zona nyaman yang penuh kelalaian.

Namun di tengah semua itu, dari ayat Allah dalam Q.S. At-Taghaabun ayat 11:

Baca Juga:  Ternyata Ada yang Lebih Penting Dari Menjadi Diri Sendiri

Kalau kamu sabar hadapi semua ini, Allah sendiri yang akan tuntun hatimu. Sabar bukan sekadar menahan amarah atau diam dalam penderitaan. Sabar adalah keteguhan untuk bertahan, meski dunia rasanya menolak. Sabar untuk tetap bangkit ketika jatuh, sabar untuk tetap melangkah meski dicibir, dan sabar untuk terus melawan bisikan lemah dari dalam diri.

Yang paling mengejutkan adalah sebetulnya musuh yang paling berat bukanlah dari dunia luar, melainkan diri sendiri. Diri sendirilah yang sering menjadi dalang dari setiap penundaan, alasan dari setiap kegagalan.

Ketika ingin berubah, dia justru menarik mundur dengan sejuta pembenaran. Ia licik, karena ia tahu semua kelemahan kita, rasa malas, takut, nyaman, ragu dan tahu persis kapan harus menyerang. Melawan diri sendiri itu seperti bertarung dengan musuh yang tinggal satu atap, satu badan, satu pikiran. Tak bisa dihindari, tak bisa lari, hanya bisa dihadapi dan dilawan dengan tekad dan pertolongan dari Allah.

Kini kita tahu bahwa musuh terberat bukanlah setan yang menggoda dari luar, atau teman yang mengomentari dari samping. Musuh terberat justru adalah diri sendiri. Ia bisa sangat meyakinkan dalam membenarkan kemalasan dan penundaan.

Tapi justru karena itulah, kemenangan terbesar dalam hidup ini adalah saat kita berhasil menundukkan diri sendiri, dan menjadikannya sekutu dalam perjuangan menuju ridha Allah. [] Aisyatul Latifah

Baca Juga:  Satu Semester Kuliah

Related Posts

Latest Post