almuhtada.org-Dalam perjalanan hidup, kita semua pasti pernah merasa lelah. Ada hari ketika dunia terasa terlalu berat, langkah yang terasa begitu lambat, dan mungkin air mata yang menjadi teman paling jujur.
Banyak orang mengira bahwa menjadi kuat berarti tidak pernah menangis, tidak pernah sedih, dan mungkin tidak pernah goyah. Padahal kuat yang sejati adalah bukan tentang seberapa pintar seseorang dalam menyembunyikan luka, namun tentang keberanian untuk tetap tegar dalam melangkah walau sedang goyah.
Menangis Bukan Tanda Seseorang Lemah
Menangis tidak menjadikan seseorang kian melemah, karena justru di balik air mata itu terkadang ada jiwa yang sedang berjuang untuk bertahan. Terkadang kita perlu menangis agar hati kembali tenang.
Terkadang kita perlu menangis agar keyakinan dapat tumbuh kembali. Karena menangis bukanlah bentuk keputusasaan, melainkan tanda bahwa kita masih memiliki harapan, kita masih memiliki rasa untuk berani dalam menghadapi sebuah kenyataan.
Refleksi Kekuatan Sejati dalam Pandangan Islam
Dalam agama Islam, kekuatan seseorang muslim atau muslimah tidak hanya di ukur dari fisik atau tampilan luar, melainkan dari keteguhan iman dan hatinya. Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasalam bersabda;
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih di cintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan.”
Dari hadis di atas menunjukkan bahwa Allah mencintai seorang muslim yang memiliki kekuatan bukan hanya tenaga, tetapi juga kekuatan tekad, kesabaran, dan keteguhan dalam menghadapi ujian hidup. Seseorang mukmin yang kuat adalah ia yang tidak mudah putus asa, adalah ia yang bangkit kembali saat ia jatuh, dan adalah ia yang tetap berpegang teguh kepada Allah meski keadaan tak selalu berpihak padanya.
Refleksi Air Mata para Nabi
Menjadi kuat bukan berarti kita tidak boleh sedih, tertolak, atau bahkan kecewa. Nabi Ya’kub pun menangis bertahun-tahun karena kehilangan Yusuf. Nabi Muhammad pun meneteskan air mata saat kehilangan orang-orang yang begitu dicintainya.
Namun dibalik kesedihannya itu semua, mereka mungkin menangis, namun kemudian berdoa dan melanjutkan langkahnya kembali. Demikian itulah yang disebut kekuatan yang sejati, yakni kekuatan yang berakar dan berdasar pada keimanan, bukan dari keangkuhan diri.
Kuat dengan Cara Sendiri
Kita hidup di tengah-tengah zaman orang yang kian berlomba untuk terlihat bahagia. Bahkan mungkin tidak ingin melihat kegagalan untuk dijadikan sebuah pembelajaran. Di balik ini semua, setiap orang membawa pergulatan masing-masing. Untuk itu, jangan sampai kita membandingkan perjalanan diri kita dengan perjalanan orang lain. Jadilah kuat dengan cara kita sendiri. Jadilah bersinar tanpa meredupkan orang lain.
Bangkit dan Kembali pada Allah
Menjadi kuat bukanlah tentang menolak rasa sakit, tapi tentang menghadapi dengan kesabaran dan tawakal. Karena setiap kita jatuh dan kemudian memilih untuk bangkit, maka sesungguhnya Allah sedang melihat kita dengan kasih sayang-Nya. Dan dari sinilah, nilai kekuatan itu tumbuh bukan ditangan yang keras, tapi di hati yang tetap yakin pada janji-Nya.
Wallahu alam bissawab. Demikian artikel yang saya buat, semoga kita semua termasuk para manusia yang senantiasa kuat, sehingga lebih di cintai-Nya. Aamiin aamiin yarobbal alamin. Semoga bermanfaat. [] Rosi Daruniah.











