Semarang, (25/10), “Diplomat adalah sebuah jabatan yang tak mempunyai senjata seperti angkatan militer, namun memiliki senjata dalam bentuk lain, yakni mulut” ujar pak Haji Rahmat Hindiartha Kusuma dalam seminar dalam jaringan yang dilaksanakan pada hari Sabtu, Tanggal 24 Oktober pukul 19.00 hingga pukul 20.40 WIB. Seminar dalam jaringan (selanjutnya disebut Webminar) yang dilaksanakan oleh Pesantren Riset Al-Muhtada ini, mengangkat tema Hari Santri yang jatuh pada tanggal 22 Oktober dengan judul “Santri dan Peran Diplomasi Luar Negeri”.
Acara Webminar Hari Santri yang diselenggarakan oleh Pesantren Riset Al-Muhtada pada malam minggu ini diikuti oleh 66 orang termasuk pemateri dan narasumber via Zoom Cloud Meeting. Tak hanya itu, acara Webminar kali ini juga diselenggarakan dengan fitur live streaming youtube yang telah ditonton sebanyak 127 kali lewat channel youtube official Pesantren Riset Al-Muhtada.
Rangkaian acara dimulai oleh MC dengan membacakan rundown serta dilanjut dengan pembacaan tilawah Al-Qur’an oleh santri. Setelah tilawah, Ustadz Dani Muhtada selaku Pengasuh Pondok memberikan kata sambutan kepada para peserta dan narasumber. Acara dilanjut oleh moderator yang membacakan tata tertib Webminar serta CV narasumber lalu, moderator memberikan salam hangat kepada bapak Hindiartha selaku narasumber. Acara inti dimulai ketika bapak Hindiartha menjelaskan materi mengenai apa yang dapat dilakukan seorang santri dalam tugas diplomasi.
Bapak Hindiartha merupakan seorang santri yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren dan mendalami ilmu-ilmu agama yang sekarang menjadi seseorang yang bekerja di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington DC sebagai sekertaris tingkat 1. Penjelasan Webminar dimulai dengan stereotip orang indonesia yang bekerja di luar negeri yang erat dengan gaji besar, jalan-jalan ke tempat wisata serta berbelanja yang tidak sepenuhnya benar, sebab tugas seorang diplomat terkadang tidak memungkinkan untuk melakukan hal-hal diatas.
Selanjutnya bapak Hindiartha memberikan informasi mengenai apa yang dilakukan oleh seorang duta di negara orang yang dimuat dalam Konvensi Wina Tahun 1961 Tentang Hubungan Diplomatis, yang menurut bapak Hindiartha adalah “kitab suci para diplomat”. Tugas tersebut dimuat dalam pasal 3 konvensi diantaranya adalah ; 1). Representasi, 2). Melindungi, 3). Bernegosiasi, 4). Melaporkan dan 5). Mempromosikan.
Selanjutnya, bapak Hindiartha mengatakan bahwa sebagai seorang santri serta seorang diplomat, tidaklah kemudian membuat beliau kesulitan dalam melaksanakan tugas namun, justru menimbulkan tantangan yang menurut beliau sangat menarik untuk dilewati. Lebih lanjut beliau juga mengataka bahwa santri khususnya di Indonesia merupakan peran yang strategis dalam melakukan tugas moderasi keberagaman dengan mengedepankan inklusifitas dan musyawarah yang merupakan potongan dari keseluruhan ajaran agama Islam.
Menjadi seorang diplomat yang ditempatkan di KBRI Washington DC serta seorang santri menurut bapak Hindiartha merupakan salah satu tantangan nmaun bukan hambatan. Beliau bercerita bahwa dengan ditempatkan disana, beliau memilki kesempatan dalam menerapkan ilmu fiqh minoritas yang sangat mempermudah beberapa ritus agama. Dengan menjadi seorang diplomat dan ditempatkan di daerah bonafide, membuat beliau memiliki pandangan global serta berkesempatan mengenalkan dan mempromosikan Indonesia ke kancah internasional.
Setelah memberikan materi yang kurang lebih berdurasi 30 menit, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu oleh moderator. Peserta diskusi diperkenankan untuk menyerahkan pertanyaan lewat fitur chat yang ada di aplikasi Zoom Cloud Meeting agar menghindari kemungkinan lagging saat berbicara lewat mikrofon. Sesi pertanyaan dibuat menjadi dua kloter yang masing-masing kloter diisi oleh tiga pertanyaan.
Salah satu pertanyaan yang menarik adalah kesulitan apa saja yang dialami oleh beliau ketika sedang bertugas. Beliau menjawab bahwa bukanlah hal eksternal yang membuat tugas beliau menjadi rumit, melainkan konstelasi politik dan pelaksanaan serta koordinasi lembaga dalam negeri lah yang membawa kesulitan. Sebab menurut beliau, ketika beliau hendak menjelaskan keunggulan dan mempromosikan keunggulan indonesia, orang-orang luar yang hadir mengatakan atau menimpali dengan keburukan yang membuat mereka justru enggan untuk datang sebagai turis karena tempat manajemen tempat wisata yang buruk, enggan investasi karena birokrasinya rumit serta ada “pemalakan” dan banyak lagi.
Tantangan kedua berasal dari faktor eksternal, yakni konstelasi politik di tempat beliau bekerja sebagai diplomat serta kestabilan politik. Mengenai kestabilan politik, beliau menimpali bahwa ketika ditempatkan di negara berkonflik seperti Yaman, beliau kesulitan melaksanakan kelima tugas dari diplomat kecuali tugas melindungi. Beliau bercerita bahwa di Yaman ada sekitar 12.000 WNI yang kuliah atau menjadi tenaga kerja disana. Beliau berusaha untuk memulangkan semua WNI di daerah yang dekat atau merupakan yempat terjadinya konlik.
Menurut beliau, sebagai seorang santri serta seorang diplomat, ada dua hal yang setidaknya bisa dilakukan untuk membantu Indonesia dalam menjalin hubungan dengan negara lain sebagai salah satu bagian masyarakat internasional yakni ikut serta dengan aktif membantu menyelesaikan kesalahpahaman di Timur Tengah, stigmatisasi Islam sebagai agama teroris serta eskalasi hubungan AS-Tiongkok. Keduanya dapat dilakukan dengan memberikan informasi yang akuntabel serta law enforcement dan lain-lain.
Setelah sesi tanya jawab selesai, acara dilanjutkan dengan foto bersama dengan narasumber lalu Ustadz Dani Muhtada menyampaikan ramah-tamah dan berterimakasih sekali lagi kepada narasumber yang telah menyempatkan waktu disela kesibukannya untuk mengisi acara Webminar. MC kembali mengambil alih acara serta dilanjutkan dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh seorang santri Al-Muhtada. Rangkaian acara Webminar ditutup oleh MC dan selesai pada pukul 20.40 WIB. (RAK)
Semarang (25/10), Muhammad Miftahul Umam, Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada yang juga merupakan Mahasiswa Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang, berhasil meraih juara 1 (satu) dalam kompetisi Lomba Karya Tulis Ilmiah Santri (LKTIS )2020 yang diselenggarakan oleh Fathan Subchi Institue for Humanity (FaSIH Fundation).
Penulisan Biografi 22 Kyai Jepara diadakan dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional Tahun 2020 dan Harlah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ke-22.
Kompetisi yang digelar pada tanggal 17 Oktober 2020 tersebut bertujuan untuk mendokumentasikan biografi Kyai Jepara yang lahir di Jepara dan berkhidmah di Jepara maupun di luar Jepara, atau Kyai yang lahir di luar Jepara namun berkhidmah dan wafat di Jepara, meningkatkan literasi di kalangan para santri, pelajar dan mahasiswa Nahdliyin, serta mengambil ibrah atau keteladana dari biografi para kyaia atau ulama tersebut.
Kompetisi tersebut diikuti oleh 52 orang, yang berasal dari kalangan santri, pelajar, hingga mahasiswa S1 maupun mahasiswa S2, yang berusia kurang dari 30 tahun dan ber-KTP Jepara. Juara 1 (Satu) diraih oleh Muhammad Miftahul Umam, Juara 2 (dua) diraih oleh Muhammad Fajar Setiawan, dan Juara 3 (tiga) diraih oleh Ahla Sofiyah.
“Alhamdulillah, saya sangat senang dan bersyukur dapat menjuarai kompetisi ini. Bukan hanya soal pengalaman, namun lebih daripada itu dengan adanya kompetisi ini sejarah dan keteladanan para kyai/ulama terdahulu dapat terdokumentasikan sehingga dapat diwariskan kepada generasi sekarang dan mendatang, serta tidak lenyap dimakan oleh zaman”, ungkapnya. (MMU)
Semarang (17/10), Pesantren Riset Al Muhtada menyelenggarakan Webinar sebagai peringatan Hari Santri Nasional. Webinar yang akan dilaksanakan tanggal 24 Oktober 2020 mendatang mengangkat tema “Peran Santri Dalam Diplomasi Luar Negeri”
Peringatan Hari Santri Nasional sudah mulai diperingati sejak tahun 2015. Setelah ditetapkan bahwa tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 . Dilansir melalui Kemenag.go.id tanggal 22 Oktober juga merujuk pada “Revolusi Jihad” yakni fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan negara Indonesia.
Hari Santri Nasional menjadi momentum penting bagi generasi muda untuk dapat penumbuhan rasa nasionalisme dan patriotisme dalam meneladani semangat para santri zaman terdahulu dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Peringatan Hari Santri yang akan di selenggarakan oleh Pesantren Riset Al-Muhtada akan dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 24 Oktober 2020, pukul 19.00 WIB s.d. Selesai, melalui aplikasi video conference yang diagendakan akan dibuka melalui sambutan pengantar dari Pengasuh Pesantren Riset Al-Muhtada, Dr. Dani Muhtada dengan Pembicara H. Rahmat Hindiarta Kusuma, Diplomat KBRI Washington DC. Acara akan dimoderatori oleh Mahasantri Wihda Ikvina Anfaul Umat.
Saudara dapat mengikuti Peringatan Hari Santri dengan mengisi pendaftaran melalui pranala berikut bit.ly/WebinarHSN Panitia Acara menyediakan E-Sertifikat bagi seluruh peserta webinar Hari Santri Nasional. Apabila ada pertanyaan mengenai acara dapat menghubungi Mahasantri Qosim (088227974950 ) dan Mahasantri Eka (089687523401). (DWK)