Almuhtada.org – Sebutan santri tentunya tidak asing lagi bagi kita, seseorang yang menuntut ilmu di pondok pesantren dan siapapun seseorang yang berakhlak santri, itulah santri.
Lora M. Ismael Al Kholilie, cicit Syaikhona M. Kholil, Bangkalan. Saat silaturrahmi ke Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin dan Ngaji Milenial bersama Lora, beliau mengatakan banyak sekali diantara para santri yang tidak tahu betapa berharganya sesuatu yang ia cari, betapa mulianya sesuatu yang akan dia dapatkan jika belajar sebaik-baiknya di pondok pesantren.
Menjadi santri itu mondok dan mengaji bukan sebuah beban. Sibuk dengan ilmu-ilmu itu suatu kebanggaan, kehormatan, dan suatu anugerah yang tiada tara dari Allah SWT.
Santri itu wajib bangga, tidak boleh malu atau merasa insecure. Bahkan dulu santri itu tidak disematkan kepada sembarang orang. Saat Lora mondok di Tarim, Hadramaut Yaman. Beliau sering mendengar gurunya Habib Umar menukil satu maqolah, dari Habib Abdullah bin Umar As-Syatiri, ayah dari Habib Salim bin Abdullah As-Syatiri mengatakan:
لايسمى طالب العلم الذي ليس له حظ في قيام الليل
Tidak dinamakan santri orang yang tidak pernah bangun malam untuk sholat malam.
Itu tidak dinamakan santri, jika ia tidak bangun malam untuk sholat malam. Bahkan ada yang lebih ekstrim, saat Lora sebelum pulang ke Indonesia, beliau ditugaskan ke suatu tempat namanya Inat Yaman.
Itu adalah tempat barokah bersemayam Syech Abu Bakar bin Salim. Saat Lora hadir acara maulid di masjid jami’, tiba-tiba ada seorang anak kecil bertanya, “berapa kali mimpi bertemu Rasulullah SAW?”, Lora pun hanya menjawab dengan senyum manis.
Keesokan harinya beliau diajak ziarah ke makam pendiri badko ditugaskan di ribat Inat, yang mendirikan itu Habib Hasan bin Ismail Hamid santri dari Habib Abdullah bin Umar. Disebutkan manaqibnya, ternyata Habib Hasan bin Ismail ini pernah menyampaikan kepada kepada santrinya seperti ini,
لا يسمى طالب العلم الذي مرة عليه أسبوع ولم يرى النبي صل الله عليه وسلم.
Tidak dinamakan santri dia yang selama seminggu tidak pernah mimpi bertemu Nabi SAW.
Jika menerapkan standar seperti itu, mungkin diantara kita tidak ada yang disebut santri. Ketahuilah bahwa gelar santri itu sebuah kebanggaan, suatu kehormatan, dan suatu anugerah terindah dari Allah SWT. Dan untuk menjadi santri yang sesungguhnya Lora mengatakan kita membutuhkan 2 hal, yaitu:
- Totalitas
Bagaimana mengerahkan semua yang kita bisa, semua yang kita mampu untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya.
Ulama zaman dahulu sering mengatakan, ilmu tidak akan memberikan separuhnya saja untukmu, sampai kamu memberikan semua yang kamu punya, yang kamu mampu untuk mencari ilmu.
Gunakan waktu sebaik-baiknya di pondok pesantren dan jangan sampai sedikit pun waktu yang terbuang percuma.
- Loyalitas
Santri itu tidak cukup banyak ilmu. Tapi keberkahan ilmunya yang akan ia dapatkan dengan cara totalitas itu, ilmunya akan menjadi berkah jika memiliki yang kedua ini.
Maksud dari loyalitas ini adalah bentuk ke-ta’dziman kita kepada ilmu dan pemilik ilmu tersebut. Bagaimana ta’dzimnya kita lepada guru-guru kita, itu yang akan menentukan ilmu kita barokah atau tidak.
Jika kita melihat kisah-kisah para orang-orang hebat, itu pasti dibaliknya terdapat ta’dzim yang luar biasa kepada guru-gurunya. [] Zahrotuz Zakiyah
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah