Almuhtada.org – Takdir merupakan salah satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Pasti diantara kita ada yang sering bertanya-tanya, sebenarnya takdir manusia itu bisa dirubah atau tidak sih? Kalau memang sudah takdir dan tidak bisa dirubah, mengapa manusia tetap dianjurkan untuk berusaha?
Daripada bingung, yuk simak penjelasan tentang takdir yang disampaikan oleh Prof. Quraish Shihab, seorang cendekiawan muslim dengan tafsir Al-Qur’anya yang sangat mashur.
Percaya pada takdir merupakan salah satu rukun iman yang harus diimani oleh setiap umat muslim. Meskipun demikian, penjelasan mengenai takdir pada dasarnya belum ada pada masa Rasulullah. Pembahasan tentang permasalahan takdir ada atau tidak muncul ketika pada masa sahabat Ali bin Abi Thalib.
Nabi dan para sahabat beliau, pada dasarnya tidak membicarakan takdir dengan cara pendiskusian menurut para teolog.
Nabi bahkan pernah bersabda “Kamu harus berusaha, semua akan dipermudah untuk melakukan apa yang sesuai dengan pengetahuan Allah, siapa yang mau memberi dan dia percaya pada kalimat tahuid maka Allah akan mempermudah jalanya, adapun dia yang tidak mau percaya dia juga akan dipermudah” .
Jika membaca hadist ini awalnya seoalah-olah kita hanya bisa berpasrah pada takdir. Tetapi pada akhirnya kita disuruh untuk bekerja atau berusaha. Dengan demikian pekerjaan yang kita lakukan pasti punya pengaruh terhadap penentuan takdir Allah.
Para sahabat Nabi jika membicarakan takdir mereka tidak mempermasalahkan tentang takdir itu sendiri, tapi hanya berfokus pada apa yang sudah terjadi dan yang belum terjadi masih bisa kita usahakan.
Nabi sendiri ketika habis shalat selalu berdo’a dengan redaksi berikut kalimat “Ya Allah tidak ada yang dapat menghalangi apa yang kamu beri dan tidak ada yang dapat memberi apa yang kamu halangi tidak berguna upaya orang-orang yang bersungguh-sungguh kalau kamu tidak direstui”.
Pada zaman sahabat Nabi ada salah satu sahabat yang mengatakan bahwa tidak ada yang namanya takdir di dunia ini, semua tangung jawab manusia.
Sahabat nabi yang lain kemudian menyangkal perihal ini, tidak mungkin didunia ini manusia bebas melakukan apa saja yang mereka hendaki. Dia berkata bawa takdir dan ketentuan Allah itu pasti ada.
Dari dua pendapat ini kemudian menimbulkan dua persepsi yang berbeda tentang takdir. Pendapat pertama mengatakan takdir itu tidak ada (paham fatalisme, semua ditentukan Allah) , sedangkan pendapat kedua berpendapat bahwa manusia bebas melakukan segala sesuatu dan tidak dibatasi oleh ketentuan Allah(paham Qodairyyah).
Pendapat kedua ini secara tidak langsung menyita sebagian kuasa Tuhan. Sedangkan paham pertama, secara tidak langsung juga menimbulkan pertanyaan kenapa kita harus disiksa, jika semua telah ditentukan?
Dua pendapat ini kemudian mencari kebenaran masing-masing di dalam AL-Qur’an maupun Al-Hadist. Pendapat yang menganut paham Qodariyyah berpegang pada Q.S Al-Kahfi:29 yang artinya: “siapa mau beriman silahkan beriman, siapa mau kafir silahkan kafr”. Ini adalah sebuah kebebasan
Sedangkan pendapat yang menganut paham fatalisme berpegang pada Q.S At-Takwir:29 yang artinya “ kamu tidak bisa berkehendak kecuali dikehendaki oleh Allah SWT”.
Pendapat yang mengatakan bahwa manusia tidak punya kemampuan dia juga berpegang pada Q.S As-Shaffat: 96 yang artinya “ Allah menciptakan kamu, dan apa yang kamu kerjakan itu Allah ciptakan”.
Semua pendapat yang mencari kebeneran tentang takdir itu ada atau tidak mereka sama-sama mencari kebenaran melalui ayat-ayat Al-Qur’an ataupun Hadist.
Berdasarkan berbagai pandangan yang telah dijelaskan diatas, terjadi perbedaan pendapat antara para sahabat tentang takdir itu ada atau tidak. Ada yang mengatakan bahwa takdir itu bisa dirubah, tapi ada juga yang mengatakan takdir bisa dirubah.
Semua pendapat diatas didasarkan pada ayat Al-Qur’an yang telah dikaji mendalam. Semoga bermanfaat. [] Ridwan
Editor: Mohammad Rizal Ardiansyah