Apakah Kamu Tidak Berfikir?

Oleh : FafiMasiroh

Akhir-akhir ini kehidupan semakin terasa tidak baik-baik saja. Belum selesai dalam diri kita untuk menerima sepenuhnya adanya pandemi, kemudian ditambah beberapa kehilangan yang menyelimuti. Kehilangan waktu berkumpul bersama dengan keluarga dan teman-teman, hingga beberapa ratusan lebih orang-orang kehilangan keberadaan manusia-manusia terkasihnya. Dari setumpuk peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, kita masih saja mudah lalai untuk sekedar mengambil nilai positif dari apa yang telah kita lalui.

Misalnya saja adanya pandemi yang masih berkelanjutan sampai saat ini, mengingatkan kita bahwa sikap saling peduli itu sangat penting. Bisa kita realisasikan dengan berbagai hal kecil, seperti mengingatkan memakai masker, menanyakan kabar atau paling kecil kita menahan diri untuk di rumah saja ketika tidak ada keperluan yang mendesak. Sedihnya, hal tersebut masih saja kita lalai untuk benar-benar memahami dan menindakinya.

Manusia memang mudah lalai terlebih jika selalu mengedapankan nafsu dalam setiap melangkah. Sehingga, bila saja kita selalu berangkat dari Al-Quran dalam mengambil setiap langkah, maka kelalaian tersebut tidak akan selalu berkelanjutan. Allah dalam firman-Nya berkali-kali mengingatkan kita untuk selalu berfikir“Afalaata’qilun, Afalaatadzakkaruun” terhadap apa yang terjadi di setiap kehidupan kita, supaya kita tidak merasa putus asa melainkan selalu percaya bahwa selalu ada kebaikan bahkan dalam keadaan yang sangat sempit.

أَفَمَنيَعْلَمُأَنَّمَآأُنزِلَإِلَيْكَمِنرَّبِّكَٱلْحَقُّكَمَنْهُوَأَعْمَىٰٓۚإِنَّمَايَتَذَكَّرُأُو۟لُوا۟ٱلْأَلْبَٰبِ

Maka apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkanTuhan kepadamu adalah kebenaran, sama dengan orang yang buta? Hanya orang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,(Ar-Ra’d 13:19).

Sebagai makhluk Allah yang berakal, sudah sebaiknya kita untuk selalu berfikir, merenungi dan memahami setiap hal. Dalam sebuah kitab “Ta’limul Muata’alim” karya Syekh Az-Zarnuji menyebutkan bahwa bagi pelajar supaya ilmu mereka dapat tersimpan dengan baik, maka tidak hanya sekedar mengulang-ngulang pelajaran tetapi juga perlu untuk merenungi dan memahami pelajaran tersebut. Sehingga kita memang sangat perlu untuk berkali-berkali berfikir, merenungi dan intropeksi diri terhadap berbagai hal yang bahkan terlewat bagi kita tetapi sebenarnya memberikan kebaikan besar untuk diri kita.

Oleh karena itu, salah satu bentuk iman kita kepada Sang Ilahi Rabbi ialah sebaiknya kita selalu percaya atas setiap hal yang terjadi khususnya di luar kendali kita. Percaya bukan hanya sekedar meyakini kemudian berpangku tangan, tetapi meyakini juga merenungi untuk kemudian kita dapat lebih bijak dalam bersikap terhadap apa-apa yang terjadi. Sungguh dengan demikian akan terasa lebih indah juga menyadarkan kita akan setiap kuasa Allah. Maka, apakah kamu tidak berfikir?

Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

Trend Kata Gaul Kekinian

Oleh: Azkia Shofani Aulia

Zaman semakin berjalan akan terus berkembang. Ada hal lama yang hilang, ada pula hal baru yang muncul. Masyarakat dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan apa yang terjadi di kehidupan sekitar mereka. Di era yang serba modern ini, perkembangan terjadi pada bidang teknologi, ekonomi, pembangunan, dan bidang-bidang yang lain. Perkembangan demi perkembangan membuat hal-hal baru bermunculan. Mulai dari terciptanya mesin-mesin canggih yang dapat membantu manusia dalam berkerja, bahkan menggantikan manusia sebagai pekerja. Bagi orang awam, hal itu cukup sulit untuk dipahami, tetapi tidak untuk orang-orang yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi. Orang awam lebih banyak menjadi konsumen, sedangkan orang-orang dengan kecerdasan tingginya dapat menciptakan hal yang dapat dikonsumsi orang awam.

Bukan hanya bidang teknologi yang mengalami perkembangan cukup heboh atau dikenal banyak orang. Hal ini dikarenakan perkembangan yang heboh juga terjadi pada bahasa. Bahasa yang digunakan sehari-hari bukan hanya diucapkan secara langsung melalui mulut ke mulut, namun juga lewat ketikan media sosial. Bidang per bidang saling mengait dalam perkembangannya. Meluasnya jaringan media sosial membuat bahasa dari berbagai daerah diketahui oleh masyarakat dari daerah lain. Entah dari kota ke kota bahkan hingga berbagai negara. Bahasa Indonesia dapat diketahui penduduk Rusia, begitu pula penduduk Indonesia dapat mengetahui Bahasa Rusia. Hal tersebut dengan cepat terjadi dan semakin lama dapat semakin meluas. Interaksi yang meluas, menuntut untuk memiliki pemahaman bahasa yang meluas juga.

Bahasa-bahasa yang sering kali dikenal dengan bahasa gaul bermunculan dengan penyebaran melalui media sosial. Ada bahasa inggris yang disingkat, bahasa daerah yang digaulkan, bahkan istilah yang baru tercipta. Kebanyakan yang menggunakan bahasa tersebut adalah kalangan muda. Bukanhanya untuk dianggap gaul saja, namun tidak banyak juga yang menggunakan bahasa gaul tersebut untuk mempercepat sebuah komunikasi atau percakapan. Contohnya saja“otw” (on the way) yang dapat digunakan untuk memberitahu bahwa seseorang tersebut sedang dalam perjalanan dibanding harus mengetik atau berkata “sedang dalam perjalanan”.

Contoh bahasa gaul yang sedang banyak digunakan berasal dari bahasa negara lain saat ini adalah kata “hyung” untuk memanggil orang yang lebih tua atau kakak di mana diambil dari Bahasa Korea. Kemudian ada “asap” merupakan singkatan dari as soon as possible dalam Bahasa Indonesia berarti sesegera mungkin. Contoh lain yaitu “cmiiw” atau correct me if I’m wrong berarti tolong koreksi jika aku salah.

Contoh bahasa gaul dari Bahasa Indonesia sendiri yaitu kata “bund” dari kata “bunda”. Bunda adalah kata panggilan selain ibu. Namun saat ini kata tersebut sedikit dirumah menjadi bund yang banyak digunakan dan dianggap wajar untuk memanggil seorang wanita walaupun belum menjadi seorang ibu. Sebuah kalimat gaul yakni “si kecil aktif ya bund” mengandung kata “bund” juga. Bukan hanya digunakan untuk menanggapi tingkah anak kecil, namun juga tingkah remaja. Begitulah bahasa-bahasa gaul digunakan. Cukup banyak kata dan kalimat digunakan walaupun tidak pada orang yang tepat.

Adanya perkembangan bahasa seperti yang telah dibahas di atas dengan kemunculan bahasa gaul, tentu menghadirkan dampak yang beragam. Adapun dampak positif yang didapatkan dari penggunaan bahasa gaul tersebut adalah kenyamanan dalam berkomunikasi dengan menimbang danmenentukan dengan benar siapa yang akan diajak berkomunikasi. Bahasa gaul bisa menunjukkan kedekatan dengan orang lain. Sedangkan contoh dampak negatifnya adalah banyaknya keragaman bahasa dapat menyebabkan bahasa daerah sopan dan nasional baku menjadi semakin tenggelam karena tertutupi bahasa gaul yang baru muncul. Tetapi pada intinya bahasa gaul tersebut tidak akan menjadi masalah jika digunakan di waktu, kondisi, dan kepada orang yang tepat. Bahasa daerah dan nasional akan tetap lestari jika karena bahasa gaul juga tidak dapat digunakan di waktu, kondisi, dan kepada orang yang tidak tepat. Misalnya antara murid dengan guru ketika proses belajar mengajar dan bos dengan karyawan ketika di kantor.

Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa  Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

Apa Kabar Kuliah Daring?

Oleh: Mohammad Fattahul Alim

Tidak terasa kurang lebih satu setengah tahun perkuliahan dilaksanakan secara daring. Ini tidak terlepas dari situasi dan kondisi tanah air yang masih berjibaku dan berjuang keras memberantas pandemi Covid-19. Hingga saatini, pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum bisa terkendali secara keseluruhan dan menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, terhitung sampai tanggal 12 Juni 2021, angka konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia sebanyak 1.901.490 orang. Walaupun demikian, Pemerintah senantiasa terus melakukan program vaksinasi nasional demi menekan angka penyebaran dan pertambahan jumlah konfirmasi positif Covid-19. Sehingga pelaksanaan sistem pendidikan nasional masih berjalan secara daring, termasuk perkuliahan. Pandemi Covid-19 memaksa dunia pendidikan bertransformasi menyesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini.

Perkuliahan daring bagi para mahasiswa tentunya telah banyak memberikan cerita dan kesan mengenai suka dan dukanya masing-masing. Kondisi ini berdasarkan pengalaman sebagian mahasiswa yang mengikuti perkuliahan daring. Mayoritas mahasiswa berpendapat bahwa perkuliahan daring memiliki beberapa keuntungan contohnya seperti bisa membantu orang tua dirumah, biaya kuliah lebih efisien, bekerja sambil kuliah, dapat meluangkan waktu lebih lama bersama keluarga, refreshing keberbagai tempat wisata, dan lain sebagainya. Kuliah daring juga meninggalkan dukacita bagi mahasiswa seperti merasa bosan belajar dan beraktivitas di rumah, sulit berkonsentrasi dalam memahami materi perkuliahan, kesulitan melakukan diskusi secara daring, dan lain sebagainya. Ketidakjelasan mengenai waktu pelaksanaan perkuliahan luring juga menjadikan mahasiswa semakin jenuh dan resah berlama-lama dirumah. Terlebih untuk mahasiswa angkatan 2020 yang mayoritas masih belum bisa merasakan atmosfer perkuliahan secara langsung dan bertemu dengan teman-teman serombel. Mahasiswa baru sangat butuh bereksplorasi dan mengenal lebih jauh kondisi dan situasi lingkungan kampus yang sebenarnya.

Jika perkuliahan dapat dilaksanakan secara luring, secara garis besar mahasiswa lebih mudah dalam memahami materi perkuliahan dan berdiskusi dengan baik karena dilakukan secara langsung atau tatap muka. Pelaksanaan perkuliahan luring banyak memerlukan persiapan dan perencanaan yang banyak dan matang, mulai dari menyediakan sarana dan prasarana protokol kesehatan, swab antigen hingga kepatuhan dan kesadaran menaati protokol kesehatan secara disiplin dan ketat. Hal ini bertujuan agar kampus tidak menjadi klaster baru penyebaran Pandemi Covid-19.

Perkuliahan daring selama masa pendemi Covid-19 banyak meninggalkan cerita dan kesan yang membawa suka dan duka bagi mahasiswa kurang lebih satu setengah tahun ini. Termasuk untuk mahasiswa angkatan 2020 yang mayoritas belum pernah merasakan atmosfer perkuliahan dan bertemu teman-teman serombel secara langsung. Hal ini disebabkan karena pandemi Covid-19 yang belum bisa terkendali secara keseluruhan. Pelaksanaan perkuliahan luring pada dasarnya membutuhkan persiapan dan perencanaan yang sangat matang demi mencegah agar kampus tidak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.

Semhas Penelitian: Berkarya di Tengah Pandemi, Pengasuh Beri Apresiasi

Dokumentasi Seminar Hasil Penelitian Mahasantri Tahun 2021 Melalui Aplikasi Zoom Meeting

28/03/2021 – Kegiatan belajar mengajar di tengah pandemi covid-19 memang sedikit banyak mengalami hambatan. Meskipun demikian, kegiatan tersebut harus tetap dilanjutkan demi keberlangsungan pendidikan.

Demikian juga kegiatan belajar di Pesantren Riset Al-Muhtada. Pesantren yang terletak di wilayah Banaran Kampus Unnes Gunungpati tetap melangsungkan berbagai kegiatan secara virtual. Salah satu kegiatannya yakni Seminar Hasil Penelitian Mahasantri yang rutin digelar sebagai kegiatan tahunan sekaligus kegiatan yang mendorong Mahasantri untuk berlatih menjadi seorang peneliti.

Seminar Hasil Penelitian merupakan bagian akhir dari serangkaian kegiatan pembelajaran metodologi penelitian mahasantri. Seminar hasil merupakan acara untuk melaporkan hasil dari temuan penelitian yang telah dilaksanakan dari bulan Januari sampai Maret.

Tema penelitian yang diangkat pada tahun ini yakni aspek budaya, pendidikan, dan keagamaan. Dimana Mahasantri melakukan penelitian di beberapa bidang yang terkait dengan tema penelitian, sebagai contoh ada yang melaksanakan penelitian mengenai BumDes sebagai pemersatu umat beragama, Model pendidikan di Panti Asuhan saat Pandemi Covid-19, Tradisi rabu wekasan dikalangan millenial, Tradisi perlon unggahan pada Masyarakat Bonokeling Cilacap, dan penelitian kelompok mahasantri lainnya yang mengangkat judul yang menarik.

Seminar Hasil Penelitian tahun 2021 Pesantren Riset Al-Muhatada dilaksanakanpada 28 Maret 2021 secara virtual mengingat keadaan pandemi covid-19 yang belum usai, bertepatan pada hari Minggu, 14 Sya’ban 1442 H.

Kegiatan berjalan dengan lancar yang dimulai pukul 09.00 WIB dengan diawali sambutan sekaligus membuka acara Seminar Hasil dari pengasuh pesantren, Bapak Dr. Dani Muhtada, M.Ag. M.A., M.P.A kemudian dilanjutkan acara inti yaitu pemaparan hasil penelitian dari tiap mahasantri yang tergabung dalam 13 kelompok. Selanjutnya setiap kelompok yang memaparkan hasil penelitian, menjawab pertanyaan yang diajukan baik dari pengasuh dan reviewer Bapak Ayon Diniyanto, S.H., M.H.

Saya sangat mengapresiasi semua santri yang sudah bekerja keras melakukan penelitian” ungkap pengasuh pesantren, Bapak Dr. Dani Muhtada M.Ag., MA., Ph.D kala sesi terakhir sebelum penutupan acara.

Alhamdulillah, rasa lelah itu akan terganti dengan bahagia” begitu ungkap Azkia, salah satu mahasantri yang turut merasakan tegang dan gugup saat hendak memaparkan hasil penelitian.

Seminar Hasil Penelitian diikuti pula oleh peserta dari kalangan umum. Acara ini berakhir pukul 12.27 dan ditutup dengan sesi foto bersama. (FM/DWK).

Aku pada NU

Oleh : Zahrotuz Zakiyah

Apa kabar Aswaja ?

Dunia kini mulai layu membisu

Pada takdir yang mengharuskan semuanya terjadi

Kini semua kian menepi

 

Kau yang begitu kokoh

Walau seribu hinaan menyerang

Perjuangan ulama’ yang menyayat hati

Yang tak mengharapkan sebuah imbalan

 

Makna simbol pada lambangmu-lah

Yang menguatkan apa arti sesungguhnya NU

Mengharapkan orang di dunia ini memeluk agama islam

Hingga mencintai dan memahamimu sepenuhnya

 

Betapa banyaknya pesantrean yang kita temui sekarang

Ladang menuntut ilmu dan mengharap barokah Sang Kyai

Tak menjadikan kita lupa

Dan menjadi bukti bahwa kebangkitanmu tak terlepas dari pesantren

 

Walau kini ulama’ berguguran

Namun kami tak membiarkan harapanmu pupus

Hingga kami melakukan apapun itu untukmu

Tanpa harus menjadi orang tua ataupun kakek kami

 

Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.

Gema Aditya Mahendra Raih Best Presenter Konferensi Internasional

Semarang (22/01/2021), Kabar prestasi kembali diukir oleh mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada yang meraih penghargaan best presenter dalam ajang konferensi internasional “The First International Conference on Goverment Education Management  and Tourism (ICoGEMT) 2021” yang diselenggarakan oleh Loupias Event Organizer, Can Tho University Vietnam, dan Radboud Universiteit. Konferensi internasional tersebut dilaksanakan melalui media online berupa zoom meeting yang berlangsung pada tanggal 9 Januari 2021 dengan tema besar “Challenging researchers, Academics and Educators in Contributing to Achieving Sustaibable Development Goals in the Digital Age : Critical and Holistic Thinking”.

Mahasiswa Teknik Kimia dengan nama Gema Aditya Mahendra atau akrab disebut ‘Igam’ berhasil mendapatkan penghargaan best presenter dalam ajang tersebut diantara puluhan presenter lain dari beberapa negara dunia.. Adapun presenter lain dari acara ini yaitu  University Malaysia Sarawak, Can Tho University Vietnam, Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, Kementrian Pariwisata, serta presenter lain di berbagai negara.

Igam mengungkapkan bahwa harapan kedepannya bisa lebih aktif dan kreatif lagi, serta bisa ikut event-event besar terkait dengan kepenulisan ilmiah agar bisa mengasah keterampilan yang dimiliki dan memberikan sumbangsih ide atau gagasan untuk Indonesia yang lebih baik” pungkasnya. (GAM)

Tentang Rasa

Oleh : Alda Gemellina M

Semua orang di dunia terlahir dengan sejuta rasa yang dibawanya. Mungkin hanya sepersekian dari yang sejuta itu yang mampu manusia definisikan. Sisanya, tak dimengerti, namun nyata terasa. Believe or not, manusia adalah makhluk paling absurd yang diciptakan oleh Tuhan. Mengapa, karena manusia adalah satu–satunya yang bisa menunjukkan satu rasa dalam beragam ekspresi. Bayangkan jika ada jutaan rasa yang sedari lahir ada dalam diri, maka berapa bentuk ekspresi yang dapat ditunjukkan oleh setiap individu? Memikirkannya saja tak akan sanggup. Karena begitulah manusia dengan segala keunikannya. Menyoal perihal rasa, nampaknya memang tidak sesimpel itu. Rasa muncul dari proses kimiawi sebagai akibat dari salah satu kinerja otak. Mungkin karena itu seseorang sadar akan perasaannya akan tetapi tidak dapat mengontrol kapan dan bagaimana rasa itu akan muncul dalam ruang bernama ekspresi.

Rasa senang, sedih, benci, marah, rindu dan bahkan cinta merupakan segelintir rasa yang mampu didefinisikan oleh manusia. Itupun belum tentu juga. Sebab manusia tidak benar – benar tahu bagaimana bentuk rasa itu. Manusia hanya mendefinisikan berdasarkan apa yang diamatinya. Dan itu bergantung bagaimana cara seseorang men-delivery-kan perasaannya.  Ada beragam cara manusia dalam menyampaiakan atau menuangkan apa yang dirasa. Ada yang bercerita secara langsung kepada orang lain, dengan harap orang lain akan ikut mengerti apa yang dirasakan. Ada juga yang menggunakan media dalam mengutarakan perasaannya. Seperti remaja yang menyimpan buku diary di balik bantalnya, dan menguncinya dengan gembok berbentuk hati. Harap tidak ada orang lain yang membukanya. Atau para penyair yang menuangkan rasanya dalam sajak – sajak berirama yang sarat akan makna, juga para penyanyi yang men-delivery-kan rasa dalam setiap lirik lagu. Mereka berkomunikasi melalui melody yang mengalun merdu. Atau bahkan para film maker yang berusaha meneruskan rasa melalui skenario dan adegan para lakonnya di setiap scene film tersebut.

Terlepas dari bagaimana seseorang menunjukkan perasaannya, pada kenyataannya banyak juga yang memilih untuk memendam semua yang dirasakannya. Dan sebagian orang menganggap hal itu lebih baik daripada harus mengekspresikannya. Namun sekuat apapun seseorang menyimpan rasa seorang diri, akan ada masa dimana tubuh akhirnya memberi respon. Karena memang begitulah manusia diciptakan dengan banyak sensor – sensor impuls yang akan memberikan reaksi ketika sesuatu terjadi di dalam tubuh. Oleh karenanya, bagaimanapun seseorang menahan untuk tidak mengekpresikan perasaannya, tubuh dengan sendirinya akan menunjukkan hal tersbut. Mungkin dengan perilaku yang menjadi berbeda atau mungkin dengan air mata. meskipun air mata tidak hanya berkonotasi dengan situasi atau perasaan sedih. Karena seringkali seseorang menangis tanpa tahu pasti sebabnya.

Persoalan rasa tidak pernah bisa dianggap sepele. Tidak ada satu orang pun di dunia yang memiliki kadar rasa yang sama. Sama – sama bahagia misalnya. Maka bahagianya si A tidak akan pernah sama dengan bahagianya si B. Sekalipun dalam waktu yang bersamaan. Perihal rasa juga erat kaitannya dengan sensitivitas. Karena rasa bukanlah sesuatu yang dapat dimengerti oleh logika. Rasa merupakan unsur sensistivitas manusia. Tingkat sensitivitas antara satu orang dengan orang yang lain tidaklah sama. Mungkin bagi si A apa yang dirasakan si B adalah hal kecil, namun bisa jadi bagi si B itu merupakan sesuatu yang besar.  That’s why nobody can assuming whether someone is fine or not. Dan memang seharusnya tidak. Cause we never know what one is really feeling. Mungkin itulah mengapa Allah menciptakan manusia lengkap dengan rasa dan logika. Sebab dengannya manusia bisa memanusiakan manusia lainnya.

Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

Terima Kasih Guruku

Oleh: Mohamad Agus Setiono

Pagi itu hujan cukup deras di Simpang Teritip. Sang mentari saja masih bersembunyi. Ayam yang biasanya sudah berkokok, tetapi ikut tak bersuara pagi itu. Aldi yang mendengar suara petir, lantas langsung membuatnya terbangun dari tidur. Hendak langsung mandi, tetapi dingin sekali rasanya. Karena hari ini adalah hari yang spesial, maka ia paksakan untuk mandi. Aldi adalah ketua OSIS di salah satu sekolah menengah atas di simpang teritip. Aldi bergegas berangkat sekolah, sekitar 15 menit dari rumah.

Dari kejauhan tampak seorang anak mengendarai motor dengan jas hujannya menuju ke sekolah. Gadis cantik dengan bodi sedikit gemuk, ia adalah Ziana. Ziana adalah wakil ketua OSIS dari rekannya Aldi. Ziana tampak bersemangat untuk hari ini karena ia tahu, bahwa ini adalah hari guru. Ia dan Aldi sudah menyiapkan hadiah untuk para guru tercinta. Padahal mereka sempat mengalami masalah karena kebingungan tak bisa membuat tumpeng yang akan menjadi hadiah di hari itu. Tetapi mereka berhasil menemukan cara lain agar tumpeng itu tetap jadi. Ada seorang bibi dari Aldi dibalik jadinya tumpeng itu.

Karena hari hujan, acara awal yang tadinya akan upacara pun harus ditunda terlebih dahulu. Tak lama kemudian, ada mobil masuk dari gerbang. Aldi tahu bahwa itu adalah bibinya.

“Aldi, ini ambil tumpengnya” ucap Bibi kepada Aldi.

“Iyaa” ucap Aldi.

“Wahhh, terima kasih sekali Bibi sudah repot membuat tumpeng ini” sambung Aldi.

“Tidak apa, Bibi dulu juga pernah SMA dan tahu gimana susahnya jadi ketua OSIS” jawab Bibi.

Dibantu Ziana, Aldi membawa tumpeng itu ke depan kantor. Memang tak menjadi kejutan lagi bagi guru-guru karena mereka langsung melihat tumpeng itu.

“Bibi pulang yaa” ucapnya kepada Aldi sambil menuju mobil.

“Iyaa, sekali lagi terima kasih Bibi sudah mau bantu bikin tumpeng” jawab Aldi.

“Bibi senang bisa bantu kamu” balas Bibi sambil tersenyum.

(Aldi pun ikut tersenyum)

Hujan terlihat hampir reda, masih gerimis. Masih ada yang harus dikerjakan bagi ketua OSIS dan wakilnya itu, yaitu bunga yang nanti dikalungkan pada setiap guru, bukan hanya guru, tetapi setiap pegawai sekolah pasti dapat. Bunga itu dibuat oleh anak-anak OSIS yang dikoordinasi oleh ketuanya. Bunga-bunga itu kemudian dibawa ke depan kantor juga, tetapi tidak diperlihatkan dulu kepada guru-guru.

Aldi dan Ziana mengumpulkan anggotanya untuk diberi informasi mengenai bunga-bunga itu.

“Baiklah teman-teman, ini kita ada 50 bunga dan pastikan setiap guru dikalungkan, dan juga para pegawai sekolah.” ucap Aldi.

“Mereka semua sangat berjasa bagi sekolah ini. Tumpeng dan bunga ini bukan apa-apa dari ilmu yang mereka berikan kepada kita.” sambung Aldi.

“Harapan kita tentu para guru berkesan dengan apa yang kita berikan, meskipun pemberian kita sederhana” sambung Aldi kembali.

“Baik, Pak ketua” jawab anggota OSIS itu.

Setelah mengadakan rapat singkat, mereka semua kembali ke pos masing-masing untuk mempersiapkan segala sesuatunya.

Hari sudah tidak hujan lagi, Aldi menginfokan dari mikrofon sekolah bahwa upacara akan segera dimulai. Setelah itu, ia mengajak teman-teman untuk berbaris seperti biasa.

Upacara kali ini terasa spesial karena yang menjadi petugas adalah guru-guru kami tercinta. Mereka kami ajak untuk bernostalgia dengan masa-masa SMA. Mereka juga sangat antusias dengan apa yang sudah dirancang oleh pengurus OSIS.

Upacara sudah berjalan 20 menit, tiba saatnya menyanyikan lagu wajib nasional.

“Terpujilah wahai engkau Ibu Bapak guru,” para guru yang menjadi paduan suara bernyanyi.

“Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku,” ikut bernyanyi pelan salah satu siswa.

“Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku,” Ziana ikut bernyanyi pelan, sedikit mengeluarkan air matanya.

“Sebagai prasasti terima kasihku, tuk pengabdianmu,” Aldi pun ikut larut dalam nyanyian itu. Setelah selesai menyanyikan lagu wajib nasional, upacara kembali dilanjutkan sampai selesai. Setelah selesai, para guru dan pegawai berbaris di depan para siswa untuk dikalungkan bunga. Satu persatu guru dikalungkan bunga itu.

“Ini Pak, bunga buat Bapak, terima kasih sudah mengajarkan kami selama ini,” ucap Aldi sambil memeluk gurunya itu.

“Terima kasih juga sudah membuat acara ini, kamu dan anggotamu luar biasa.” Jawab Pak guru.

Setelah selesai pengalungan, giliran seluruh siswa yang bersalaman satu persatu kepada guru-guru hebat. Tak sedikit yang mengucurkan air mata mereka. Memang menjadi hari yang haru ketika itu. Disela-sela itu, anggota OSIS menyanyikan lagu “Guruku Tersayang”.

“Pagiku cerahku, matahari bersinar, ku gendong tas merahku di pundak,” Febheolla memulai nyanyian.

“Selamat pagi semua, ku nantikan dirimu, di depan kelasmu, menantikan kami,” sambung anggota OSIS lainnya

“Guruku tersayang, guruku tercinta, tanpamu apa jadinya aku. Tak bisa baca tulis, mengerti banyak hal, guruku terima kasihku,” sambung Lola.

Suasana seketika berubah menjadi tawa dan masih dengan haru karena banyak sekali siswa yang menangis. Setelah acara salam-salaman dengan guru selesai, para guru langsung menyantap hidangan tumpeng yang sudah disiapkan para pengurus OSIS. Tumpeng buatan Bibi Aldi itu tak kalah enaknya dengan tumpeng-tumpeng di luar sana. Semua guru mengambil tumpeng. Karena masih ada sisa, para pengurus OSIS ikut merasakan tumpeng itu.

Aldi dan Ziana, serta anggota OSIS lainnya merasa bangga karena acara yang mereka rancang bisa berjalan dengan lancar. Kepala Sekolah sangat berterima kasih kepada seluruh pengurus OSIS karena sudah mengadakan acara ini untuk memperingati Hari Guru. Aldi mengatakan bahwa sudah seharusnya mereka sebagai siswa merayakan peringatan Hari Guru karena itu jarang terjadi.

“Gula itu yang membuat kopi menjadi manis, tetapi tak ada yang memujinya saat kopi itu manis, justru kopilah yang dipuji manis. Beda halnya saat kopi pahit, gula yang disalahkan karena kopi itu pahit.”

“Guru itu ibarat gula pada kopi. Orang tua akan bangga pada anaknya sendiri saat lulus, tetapi menyalahkan gurunya saat anak mereka terjatuh.”

“Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, mereka akan tetap mengajar dan mendidik meskipun disalahkan dalam setiap situasi.”

“Para pakar berkata bahwa orang hebat bisa menghasilkan beberapa karya bermutu. Tetapi, guru yang bermutu dapat menghasilkan ribuan orang-orang hebat.”

Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.

Nurjaya dan Gema Aditya Mahendra, Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada Kembali Mengukir Berprestasi

Semarang (22/11/2020), Kabar prestasi kembali diukir oleh mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada yang  memenangkan kompetisi lomba karya tulis ilmiah bertajuk Chemical Engineering Paper (CEPTION) tahun 2020 yang diselenggarakan oleh Himpunan Profesi Teknik Kimia Universitas Negeri Semarang. Perlombaan tersebut dilaksanakan melalui media online berupa zoom meeting yang berlangsung pada tanggal 19,21, dan 22 november 2020 dengan tema besar “Inovasi Gen Z Dalam Riset Dan Teknologi Kreatif Untuk Mencapai Suistanable Development Goals (SDGs) 2030”.

Mahasiswa dengan nama Gema Aditya Mahendra dan Nurjaya yang kemudian tergabung dalam tim Deadliner berhasil menyisihkan puluhan peserta dari berbagai daerah dengan mendapat predikat best poster dalam ajang tersebut. Adapun pesaing dari acara ini yaitu Seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Surabaya, UPN “Veteran” Jawa Timur, Universitas Pertamina, dan universitas lainnya yang ada di Indonesia.

Gema Aditya Mahendra mengungkapkan bahwa “Harapan kedepanya semoga bisa lebih aktif dan kreatif lagi, bisa ikut event-event besar terkait dengan kepenulisan agar bisa mengasah keterampilan yang dimiliki dan memberikan sumbangsih ide atau gagasan untuk Indonesia yang lebih baik” pungkasnya. (N/GAM)

Catatan Harian : Membayangkan Hidup Tanpa Kuliah

Oleh Gema Aditya Mahendra

Selalu terbayang oleh saya mengenai bagaimana jika saya memutuskan untuk berhenti kuliah. Gambaran bayangan ini muncul sebenarnya sebelum saya ingin masuk ke dunia perkuliahan, hipotesa saya saat itu dengan kuliah hanya akan menghambat saya untuk berkembang lebih cepat. Tepat ketika lulus tes tertulis ujian masuk perguruan tinggi negeri, dilema untuk tidak ingin kuliah pun hadir. Di satu sisi, saat itu saya sudah membayangkan kedepan bagaimana jika nanti saya
berkuliah, yaitu sama seperti mahasiswa pada umumnya, mencoba untuk lulus dengan predikat yang terbaik, mencoba memperluas koneksi antar sesama civitas akademika, mencoba mempertajam pola pikir dan kedewasaan dalam bertindak. Ketika lulus kuliah, ada dua opsi yang ada di gambaran saya pada saat itu, ambil S2 jika ada kesempatan, atau mencari pekerjaan dengan taraf multi nasional. Itu lah yang ada di gambaran saya ketika lulus kuliah, tentu realitanya bisa saja berkata lain. Gambaran saat di perkuliah dan ketika lulus itu muncul sebagai akibat dari keinginan saya untuk mencapai misi-misi tertentu dalam hidup. Seperti menjadi kaya raya, menjadi seorang akademisi, serta misi-misi lainnya yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial. Ada banyak misi-misi saya dalam hidup yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, yang mana dapat dilakukan dengan pertimbangan mengikuti kuliah. Itu yang saya pikirkan saat itu.

Namun di sisi yang lain, kala itu saya mulai mempertimbangkan opsi untuk tidak kuliah dalam mewujudkan misi-misi saya dalam hidup. Opsi ini muncul berawal dari sebuah pertanyaan mendasar yang saya tanyakan kepada diri sendiri, yaitu “mengapa harus melalui kuliah?”. Untuk menjawab ini, saya harus mencari terlebih dahulu seperangkat hal yang pasti saya lakukan dalam mewujudkan misi-misi saya itu dan kaitannya dengan kuliah. Pertama, saya harus tetap hidup. Ini jelas karena jika saya mati tentu misi-misi tersebut tidak akan terlaksana. Kedua, saya telah menyadari bahwa dalam mewujudkan misi-misi saya tersebut, hal yang paling pasti yang harus saya lakukan adalah dengan belajar. Tidak mungkin saya mewujudkan misi-misi saya dalam hidup, kalau saya sendiri tidak belajar sama sekali. Dengan belajar, peluang misi-misi saya untuk terlaksana menjadi lebih besar. Maka keberadaan belajar tidak bisa dilepaskan dari hidup saya. Ketiga, efek globalisasi dan perkembangan teknologi yang membuat informasi semakin mudah terakses, sehingga kuliah bukan lagi menjadi satu-satunya tempat belajar untuk saya.

Dari kepastian ini lalu pertanyaan tersebut terjawab, bahwa dalam mewujudkan misi-misi saya tersebut tidak harus melalui kuliah. Lalu saya melakukan perbandingan analisa sendiri mengenai informasi kemampuan saya jika saya kuliah, dengan tidak kuliah sama sekali. Untuk menguji hal tersebut tentu paling tidak saya harus mengikuti kuliah, paling tidak satu tahun lamanya. Hasilnya, saya menganggap bahwa melalui kuliah sebenarnya tidak memperbesar peluang saya dalam mewujudkan misi-misi saya dalam hidup tersebut. Hasil ini diperkuat oleh fakta yang saya rasakan dan tidak bisa saya pungkiri bahwa hampir seluruh pengetahuan yang saya peroleh saat ini berasal dari kegiatan di luar perkuliahan (dari internet). Sementara proporsi saya memperoleh pengetahuan ketika perkuliahan itu terlalu sedikit (bukan berarti jumlah pengetahuan yang saya
terima di perkuliahan itu terlalu sedikit, melainkan proporsinya terhadap pengetahuan di luar perkuliahan/dari interent itu yang terlalu sedikit).

Program belajar yang diadakan perkuliahan hanya berfungsi sebagai starting point dalam mengembangkan pengetahuan saya, sementara sisanya adalah inisiatif saya sendiri dalam mengeksplor dengan cara saya sendiri yang mana bisa dilakukan tanpa saat kuliah. Padahal fungsi starting point itu juga bisa saya peroleh di luar kegiatan perkuliahan. Kemudian lagi, dalam program belajar yang diadakan di perkuliahan banyak manfaat yang tidak saya peroleh, padahal setiap tugas yang saya kerjakan di perkuliahan terlaksana dengan baik. Hal ini bukan karena program belajar dari perkuliahan itu yang tidak menyediakan manfaat, melainkan karena pikiran saya menolak untuk mengerjakan sesuatu yang tidak saya sukai, apalagi
dipaksa diselesaikan dalam tempo waktu tertentu, sehingga manfaat yang didapat pun tidak maksimal/ tidak seprogresif saya belajar dengan cara saya sendiri.

Tapi kan dengan kuliah kita tidak hanya memperoleh pengetahuan saja, namun juga memperoleh legitimasi berupa gelar yang tentunya memperbesar peluang saya untuk mewujudkan misi-misi saya dalam hidup, benar? Belum tentu. Meskipun punya banyak gelar belum tentu memperbesar peluang saya untuk mewujudkan misi-misi itu ketimbang saya benar-benar tidak kuliah sama sekali. Justru saya membayangkan bahwa dengan tidak kuliah, malah saya dapat lebih mengembangkan diri saya, saya bisa lebih berfokus kepada apa yang ingin saya wujudkan dengan cara-cara saya sendiri tanpa perlu adanya instruksi dari program belajar yang diadakan diperkuliahan. Jadwal perkuliahan yang menuntut harus terselesaikan suatu proyek tertentu justru menghambat daya kreativitas saya untuk berkembang lebih cepat (bukan berarti tidak berkembang). Sebaliknya, belajar sesuatu dari apa yang saya inginkan dengan cara-cara saya sendiri justru membuat saya lebih berkembang lebih cepat, lebih efektif, dan lebih signifikan. Meskipun banyak yang bilang track record saya sangat bagus dalam bidang akademik maupun prestasi. Tidak menunjukkan bahwa kuliah itu sangat bagus juga terhadap kecepatan perkembangan saya. Malah saya membayangkan dengan tidak berkuliah, saya bisa lebih dari apa yang saya lakukan ketika kuliah.

Jadi ada kesimpulan yang harus saya tulis agar jelas dan tidak menimbulkan kesalahpahaman. Pertama, belajar itu merupakan kepastian yang harus saya lakukan untuk mewujudkan misi-misi saya dalam hidup. Kedua, saya menolak untuk kuliah bukan berarti saya menolak untuk belajar, melainkan karena anggapan dengan tidak kuliah justru membuat saya lebih mudah, lebih cepat, lebih signifikan dalam belajar dan itu akan memperbesar peluang misi-misi saya terlaksana. Ketiga, bukan karena program belajar yang diberikan perkuliahan yang tidak bagus, melainkan hanya karena saya menolak suatu program belajar yang tidak saya sukai, karena itu akan berimplikasi kepada signifikan atau tidaknya manfaat yang diperoleh dari belajar per satuan waktunya. Dari tulisan ini, asumsi saya sebagian pembaca akan menilai saya terlalu angkuh, sombong, dan terlalu percaya diri. Tapi itu tidak masalah. Apa yang saya tulis memang apa yang saya rasakan dan pikirkan berdasarkan analisa-analisa dari peristiwa masa lalu, apa yang saya lakukan kedepan atau di kemudian hari adalah apa yang saya butuhkan, dan apa yang saya butuhkan itu sesungguhnya saya sendiri yang lebih tahu.

Penulis adalah Mahasantri Pesantren Riset Al-Muhtada dan Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.